Kebaya vs Hijab: Menabrakkan Budaya Lokal dengan Syariat
Oleh: Aishaa Rahma
(Pegiat di Sekolah Bunda Sholihah, Malang)
LensaMediaNews- Dari Jagad Twitter ramai cuitan tentang pembenturan antara hijab versus kebaya, yang bahkan menjadi trending berita di sejumlah media online. Apa pasal? Mengapa segelintir orang sengaja memadu padankan antara budaya lokal dengan syariat Islam? Ketimpangan ini harus ada pembatas agar tak kelewat batas.
Sebab norma sosial tak boleh mensejajarkan diri dengan aturan Tuhan. Hal tersebut tentu saja mencederai para muslimah yang berusaha taat dengan syariat tanpa memandang rendah sebuah pakaian tradisional.
Tayangan video BBC News Indonesia yang mengupas kiprah Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia berujung polemik di sosial media. Masalah kebaya bergeser pada isu panas yang mempertentangkan kebaya dengan jilbab. Akun Twitter @kirekswasta memulai mengeser isu kebaya pada isu panas.
“Ini keren, jangan kalah dengan boomingnya hijab dan segala hal yang berbau agama padahal ya jualan hijab aja itu. Mending kebaya, ayo rame-rame berkebaya buat cewe, jadikan bisnis yang besar di negeri sendiri,” tulis @kirekswasta merespon video BBC News Indonesia. (20/7/2019)
Cibiran tersebut justru menuai kritik keras dari Politisi Hazreiza atau Reiza Patters. Beliau menanggapi melalui cuitannya terkait isu jilbab tersebut “Ayo berhijab untuk perempuan Muslim. Yang belum berhijab, mudah-mudahan dapat segera berhijab. Yang gak mau berhijab dan memilih berkebaya, ya gakpapa terserah juga.Gak perlu dibentur-benturkan dengan kedunguan yang dipertontonkan ke muka publik,”tulis Reiza di akun @Reiza_Patters. Saling singgung tweet.
Praktisi hukum Dusri Mulyadi di akun @dusrimulya turut menimpali komentar @Reiza_Patters “Lucunya yang ngampanyein kemungkinan hobi pake Thank Top dan Hotpan atau jeans. Make kebaya kagak, jilbaban kagak..tapi adu-adu kebaya dan jilbab.”(Indonesia Today 18/7/2019)
Wartawan senior Didien Azhar turut angkat suara, Didien menduga, upaya membenturkan jibab dengan kebaya tidak lepas dari grand design untuk merusak akhlak umat. “Mengapa di sini diperdebatkan cara berpakaiannya? Saya menduga, ada grand design untuk merusak akhlak umat! Saya kira demikian,” tulis Didien di akun @didienAZHAR.
Sebelumnya mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan bahwa pihak yang mempertentangkan hijab dengan kebaya memiliki laku anti terhadap perbedaan. “Statement seperti ini kelihatan bahwa pelaku anti terhadap yang berbeda melekat di Otaknya. dan biasanya sok ngomong Pancasila.
Memang kenapa dengan booming hijab? dan hijaber pakai kebaya juga banyak. jadi Pakai Kebaya ayo dibudayakan, Pakai Hijab berkebaya juga Ok. Pakai Kebaya Ok,” tegas Dahnil di akun @Dahnilanzar (Gelora.co 18/7/2019).
Sampai kapan, Islam menjadi bahan olok-olok bahkan di negeri yang mayoritas penduduknya muslim? Terlalu dangkal jika menabrakkan pakaian adat dengan hijab yang tertuang dalam aturan Islam, padahal negara saja memayungi hak beragama secara konstitusional.
Hijab Bukan Budaya Arab
Melihat pada masa sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad saw, justru kebudayaan Arab belum mengenal dengan yang namanya hijab syar’i seperti ketentuan yang sekarang. Apalagi budaya manusia sebelumnya, sebagaimana yang kita ketahui, manusia primitif hanya berpakaian seadanya, menutup hanya apa yang penting dan vital untuk ditutup.
Tidak hanya itu saja, pola interaksinya pun tidak detail, lelaki dan wanita bebas berkumpul, bahkan bebas untuk melampiaskan syahwat dan nafsunya pada jaman jahiliyah. Saat itu manusia dan hewan hanya sedikit bedanya, mungkin hanya pakaian minim itu yang membuat manusia lebih terlihat beradab, tapi perilakunya hampir sama.
Sampai datang abad peradaban yang tinggi, yang diinspirasi oleh Islam. Kaum wanita diangkat pada posisi yang sangat mulia, salah satunya ditandai melalui pakaiannya. Wanita diwajibkan untuk mengenakan hijab, yang menutupi auratnya, guna memuliakan dirinya dan menjadikan dirinya sebagai hamba Allah bukan hamba syahwat dan nafsu semata.
Allah turut mengatur pola interaksinya, agar hanya lelaki yang baik dan bertanggung jawab yang boleh mendekati wanita, satu-satunya cara yaitu menikahinya, dengan jantan dan benar. Begitulah Islam dengan segala kemuliaan. Peradaban Islam memberi pengajaran pada kita bahwa wanita punya sektor privat, tempat dimana mereka bisa beraktivitas dengan bebas, tanpa harus khawatir gangguan dari lelaki.
Allah menjadikan baginya kemuliaan untuk menuntut ilmu, juga berdakwah di jalan Allah. Hingga mereka tak lagi dinilai hanya dari kemolekan dan indahnya paras, tapi akhlaknya pula. Bila ada yang mempermasalahkan, dengan mengatakan hijab adalah budaya Arab, ada beberapa kemungkinan, kurang memahami sejarah, benci, atau memang kurang ilmu.
Sebab menutup aurat adalah tanda tingginya peradaban, juga indikasi ketaatan. Sebab hijab tidak hanya identitas Muslimah, tapi juga syiar agama, karena Islam memuliakan wanita.
Wallahu a’lam.
[LS/Ry]