Grasi pada Pedofilia, Lemahnya Hukum terhadap Perlindungan Generasi

Kebijakan adalah tumpuan masyarakat kepada pemerintah untuk mengambil keputusan dengan adil. Tapi bagaimana jika keputusan berwenang yang seharusnya memberi udara bagi korban malah sebaliknya, menyempitkan paru-paru?

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (12/7/2019), Neil Bantleman, mantan guru Jakarta Internasional School (JIS) yang terpidana kasus pelecehan seksual pada tahun 2005 silam telah bebas di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jatim.

Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden No.13/G tahun 2019 tanggal 19 Juni 2019, dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan penjara serta denda Rp100 juta.

Pemberian grasi pemerintah terhadap pedofilia adalah bukti bahwa hukum di negeri ini sangat lemah dalam memberikan ganjaran kepada pelaku kriminal. Bagaimana tidak? Pelaku tindak pelecehan seksual pada anak seharusnya masih menerkam di penjara, tapi bulan Juni lalu sudah berhasil menghirup udara segar sementara korban pelecehan tersebut tentu akan mengalami trauma serta keluarga akan menanggung malu seumur hidup di lingkungan hidupnya.

Selain itu, pemberian grasi terhadap pedofilia adalah salah satu pemicu maraknya pelecehan seksual pada anak, karena kurang tegasnya pemerintah dalam menindaklanjuti krisis moral bangsa dan menjadi role model bahwa hukum memberikan peluang bagi pelaku kejahatan.

Islam adalah agama juga pandangan hidup individu, dalam bermasyarakat dan bernegara. Islam bukan hanya sekadar agama ritual tapi memiliki seperangkat aturan dan solusi bagi setiap permasalahan hidup. Mengenai kasus pedofilia, seharusnya penanaman akidah Islam kepada setiap individu adalah salah satu kewajiban yang harus dibentuk sejak dini. Kontrol masyarakat untuk amar ma’ruf nahi munkar, kemudian negara berwenang menerapkan seluruh syariah Islam. Salah satunya mencopot akses yang menayangkan pornografi.

 

Kasma Asmara
(Anggota Pena Dakwah Maros)

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis