Derita Generasi Kala Pedofil Mendapat Grasi
Oleh: Tety Kurniawati
(Anggota Komunitas Penulis Bela Islam)
LensaMediaNews- Terpidana kasus pelecehan seksual yang juga mantan guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman telah bebas. Neil ditahan di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur. “Sudah bebas dari Lapas kelas 1 Cipinang tanggal 21 Juni 2019,” kata Kabag Humas Ditjen Permasyarakatan Ade Kusmanto.
Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019, berisi pengurangan hukuman pidana penjara dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan dan denda pidana Rp 100 juta. (Kompas.com 12/7/19)
Fakta ini jelas telah menjadi lembaran kelam bagi upaya perlindungan generasi. Negara yang semestinya hadir memberikan perlindungan keamanan. Ternyata justru menunjukkan ketidakseriusannya dalam membendung arus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Alih-alih menghukum pedofil dengan hukuman berat, justru kebebasan yang mereka dapat.
Inilah buah pahit penerapan liberalisme-kapitalisme. Kebebasan tanpa batas yang diusungnya. Meniscayakan lahirnya produk hukum liberal yang melayani kepentingan pemilik kapital maupun negara besar yang menaunginya. Hingga posisi negara lemah terhadap pelaku kriminal, terutama yang berkewarganegaraan asing.
Kasus pedofilia ke depan pun dipastikan kian marak karena tak ada hukuman tegas bagi pelakunya. Pedofil yang bebas bukan tak mungkin akan terus melanggengkan tindak pelecehan seksualnya. Sedang minimnya penanganan korban yang tersedia, memunculkan potensi transformasi korban menjadi pelaku berikutnya.
Di lain sisi, para pedofil yang tak terungkap kasusnya akan semakin leluasa menjalankan aksinya karena melihat celah lemahnya penegakan hukum yang ada. Kondisi ini diperparah dengan diadopsinya akidah sistem kapitalisme yakni sekularisme. Pemisahan agama dari kehidupan terbukti menciptakan individu yang rendah mutu ketakwaan.
Orang tua yang abai akan kewajiban menanamkan nilai-nilai Islam, masyarakat yang toleran terhadap kemaksiatan, serta penguasa yang tidak serius menfilter konten media. Tidak mengherankan jika kemudian pornografi dan pornoaksi senantiasa ada dan merusak generasi.
Sesungguhnya tak ada solusi sejati kecuali ia bersumber dari Illahi. Akal pikir manusia yang terbatas, takkan mampu menyelesaikan masalah ke akarnya. Hanya sekadar menyelesaikan masalah dengan masalah baru berikutnya. Islam tak hanya memberi solusi bersifat kuratif tapi juga bersifat preventif.
Sebagai upaya preventif Islam memastikan berfungsinya tiga pilar yakni pilar individu, masyarakat dan negara. Pilar individu menekankan pada peningkatan ketakwaan lewat penanaman pemahaman islam yang shohih. Bersumber dari Alquran dan as-sunnah serta mengembalikan peran strategis ibu sebagai pendidik generasi.
Penguatan pilar masyarakat merujuk pada pentingnya hidup berjamaah dengan amar ma’ruf nahi munkar. Agar semua elemen masyarakat secara sadar mencegah tindak kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungannya. Terakhir, pilar negara dalam menjaga generasi adalah memastikan bahwa setiap individu memperoleh pemahaman agama yang mumpuni.
Termasuk menetapkan kebijakan yang memberi kontrol ketat terhadap media agar tidak mengedarkan konten terkait pornografi dan pornoaksi. Sementara secara kuratif Islam mewajibkan kepada penguasa muslim agar menutup celah bagi pornografi dan pornografi agar tidak merebak dengan memberikan sanksi tegas terkait siapa saja yang memproduksi konten asusila.
Islam memutus siklus pedofilia dengan menerapkan hukuman sesuai fakta aktivitasnya. Jika aktivitasnya terbukti merupakan perbuatan zina. Maka hukumannya adalah dirajam sampai mati bagi yang sudah menikah. Sedang bagi yang belum menikah dicambuk 100 kali kemudian diasingkan.
Jika aktivitasnya berupa liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati bagi pelaku, baik subyek maupun obyeknya. Namun apabila aktivitasnya tidak sampai pada perbuatan zina atau liwath, hukumannya adalah ta’zir sesuai ketetapan negara. Adapun pelaksanaan sanksi hukuman tersebut dilaksanakan secara terbuka, disaksikan masyarakat luas dan tanpa ada penundaan hukuman terlebih pemberlakuan grasi.
Sudah saatnya negeri dengan mayoritas muslim ini kembali kepada aturan Illahi yang pasti mampu mencabut setiap tindak kemaksiatan hingga ke akarnya. Memberikan perlindungan paripurna terhadap generasi. Menjamin hak hidup dan tumbuh kembang yang mampu melejitkan tiap potensinya. Hingga mereka akan tumbuh menjadi calon-calon pejuang, pemimpin peradaban gemilang masa depan.
Wallahu a’lam bish showab.
[LS/Ln]