Perdagangan Wanita Lewat Pengantin Pesanan
Oleh: Eny Alfiyah, S.Pd
(Guru dan Pemerhati Perempuan)
LenSaMediaNews– Sistem demokrasi yang berasaskan manfaat selalu mencari celah keuntungan dalam bertindak. Seperti pada kasus pengantin pesanan yang viral akhir-akhir ini. Kasus yang terungkap setelah ada pengaduan dari korban pengantin pesanan yang mampu melarikan diri.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada 29 perempuan menjadi korban pengantin pesanan di China selama periode 2016-2019. Kasus ini dipicu oleh problem sosial di negara China. China menerapkan kebijakan one family one child. Sebuah kebijakan untuk membatasi jumlah penduduk. Selain itu, mahalnya mahar pernikahan wanita China juga memicu pria China untuk memperistri wanita dari luar China. Perempuan di luar China diperdaya agar mau menjadi pengantin pesanan orang China. (Kompas.com, 12/07/2019)
Problem sosial China tersebut berimbas pada masyarakat di Kalimantan Barat akibat intensnya aktivitas ekonomi China di sana. Para wanita tersebut dipesan untuk dijadikan istri orang China dengan janji diberi nafkah jutaan rupiah. Faktanya setelah mereka sampai di China dan dinikahi, mereka harus bekerja di pabrik. Parahnya gaji mereka untuk suami dan mertua. Mereka tidak mendapat uang sepeser pun. Modus pernikahan pesanan ini diduga untuk menutupi perdagangan manusia. (Sindonews. 23/06/2019)
Pengacara LBH Jakarta, Oky Wiratama mendesak kepolisian untuk mengungkap sindikat perekrut dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Anehnya di China pengaduan hal ini hanya dianggap masalah KDRT.
Ironi sekali menyaksikan fakta korban pengantin pesanan ini. Mereka hidup merana, kecantikannya direnggut serta tenaganya tanpa dibayar. Harapan mereka keluar dari problem kemiskinan, justru menambah problem yang amat menyakitkan.
Fakta tersebut mengungkapkan betapa sistem kapitalisme adalah akar masalah semua problematika hidup. Demi keinginan materi, wanita Kalimantan Barat tanpa pikir panjang, mau saja diperistri orang China. Sungguh berbeda sekali dengan syariah Islam.
Islam Melindungi Perempuan
Fitrah wanita menurut Islam adalah sebagai ummu wa robbatul bait. Ibu dan pengatur rumah tangga. Melahirkan, merawat, mendidik dan mengarahkan anak-anaknya agar siap menjalani kehidupan.
Dalam tatanan syariah, wanita tidak harus mengeksplorasi dirinya untuk berdaya secara ekonomi. Para suami dan wali yang harus mencukupinya. Bila suami dan walinya tidak mampu, negara akan memenuhinya.
Sistem yang integral dan paripurna telah mencukupi kebutuhan rakyat. Pelayanan kesehatan dan pendidikan yang gratis, menyebabkan para wanita tidak sibuk mencari tambahan penghasilan keluarga dan mencukupkan tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Peran ibu nyaris hilang pada sistem kapitalisme liberalisme, yang disebabkan semua harus diukur dengan uang. Mereka harus berdaya ekonomi dalam mencukupi kebutuhan keluarga yang serba mahal.
Berdaya ekonomi bagi para wanita dalam Islam hukumnya boleh. Kebolehan itu haruslah tidak mengabaikan peran utamanya. Maka untuk mengembalikan peran wanita di dalam Islam harus ada seperangkat sistem yang saling menunjang yang tidak lain yaitu kembali pada sistem syariah dalam naungan khilafah ala minhajin nubuwwah. Hingga tak akan ada lagi perdagangan manusia di balik pengantin pesanan.
Wallahua’lam bishshowab.
[Lm/Hw/Fa]