Nasi Bungkus Kena Pajak, Bukti Rezim Pemalak
Sungguh ironi negeri zamrud khatulistiwa ini. Negeri yang melimpah sumberdaya, tapi rakyatnya kian hari semakin dihimpit derita. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah justru semakin membuat rakyatnya menjerit karena kian bertambahnya beban hidup yang mencekik dengan kebijakan-kebijakan yang lebih mementingkan kalangan elit.
Bagaimana bisa dikatakan lebih mementingkan kalangan elit? Setelah membebaskan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali memangkas pajak penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas 30 Miliar (artinya dibawah harga 30 Miliar bebas PPnBM). Tidak tanggung-tangung PPh dipangkas dari 5 persen menjadi hanya 1 persen. (CNN 26/6/2019). Tidak hanya itu, pemerintah pun berwacana akan menghapus PPnBM kapal pesiar atau yacht asing yang masuk Indonesia.
Sementara itu, nasi bungkus, mpek-mpek, materai, dan kresek yang lumrah dekat dengan keseharian rakyat, justru akan dikenakan pajak. Jika kebijakannya seperti ini, bukankah pemerintah ini adalah rezim pemalak? Rakyat terus saja dijadikan objek pemalakan yang terstruktur dan sistematis atas nama PAJAK.
Kondisi ini sebenarnya sebagian kecil dari kebobrokan kepemimpinan yang berkiblat pada sistem kapitalisme. Pemerintah telah gagal mengelola sumberdaya milik rakyat, bahkan menyerahkannya kepada pihak asing untuk dijarah. Pemerintah pun tidak menjadikan rakyat sebagai tuannya yang merupakan pemilik sejati kekayaan sumberdaya ini, tapi justru berkhianat dengan mementingkan para kapital. Pemungutan pajak bahkan ke hal-hal kecil di tengah rakyat, adalah bukti sebagai alat tambal kegagalan Negara dalam meningkatan pendapatan karena hampir seluruh kekayaan sumberdaya Indonesia telah dikuasai asing dan aseng.
Berbeda halnya dengan kepemimpinan dalam Islam. Sumberdaya merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh Negara dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Pemimpin adalah pelayan untuk rakyatnya. Bukan seperti kepemimpinan dalam sistem kapitalisme yang menjadikan rakyat hanya sebagai objek meraup keuntungan.
Wallahu a’lam
Pipin Latifah, SEI
[Lm/Hw/Fa]