Persoalan poligami kembali naik ke permukaan. Setelah adanya wacana qonun legalisasi poligami di Aceh. Perda Aceh menganggap ini adalah langkah untuk melindungi perempuan dari praktik kekerasan. Sementara pihak yang tak setuju menganggap bahwa poligami ini akan menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban. Mereka adalah pihak yang paling dirugikan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yambise, “Praktik poligami yang terjadi saat ini sangat merugikan perempuan dan anak. Peraturan daerah yang mengatur poligami dalam hukum keluarga berpeluang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban,” kata Yohana, Kamis (11/7) seperti dilansir dari Antara.

Poligami dalam Islam adalah mubah. Boleh dilakukan, boleh tidak. Bukan paksaan. Namun, sistem kapitalisme sekular saat ini sukses membuat image poligami sebagai momok yang menakutkan bagi sebagian perempuan. Fakta yang ada menunjukkan para isteri yang dipoligami selalu berada dalam posisi yang terzalimi, mengalami ketidakadilan hingga kekerasan baik fisik maupun psikologis.

Semua ini terjadi tak lepas dari kurangnya pemahaman agama, baik pada suami maupun isteri. Sebab sekularisme telah menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Padahal, seorang lelaki yang memahami agama ketika memilih untuk poligami, maka ini dilakukan semata untuk mencapai kebaikan tertinggi, yaitu pahala dan rida Allah SWT. Sehingga kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan dapat dirasakan oleh isteri. Suami pun dapat pahala. Namun, jika ternyata dalam poligami ini isteri terzalimi, maka dosa yang akan diperoleh oleh suami.

Maka dari itu, janganlah terus-terusan mem-bully poligami. Sebab bukan poligaminya yang salah, melainkan pelakunya yang tidak memahami praktik poligami dengan benar, sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW. Sistemlah yang membuat manusia kosong dari pemahaman Islam. Sehingga mengganti sistem dengan sistem Islam adalah solusi yang tepat.

Wallahu a’lam

 

Hamsina Halik

Mamuju, Sulawesi Barat

 

[LS/Ln]

Please follow and like us:

Tentang Penulis