Mudahnya Berpindah Keyakinan

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Komunitas Menulis Revowriter)

 

LensaMediaNews- Salmafina Khairunnisa mantan istri hafiz Taqy Malik, kini sedang menjadi sorotan publik usai diisukan berpindah keyakinan. Sebelumnya sudah beredar foto dan video yang menunjukkan Salma sedang mengikuti kebaktian dan terlihat memakai kalung salib.

Seperti tak ada habis sensasi yang ia buat, mulai dari pernikahannya yang baru seumur jagung dan berakhir dengan perceraian. Pernikahan yang menghebohkan bagi jagat milenial karena diusia muda mereka berani memutuskan menikah. Sang suami pun tak bisa dipandang sebelah mata, seorang hafiz. Menurut kacamata manusia itulah pernikahan ideal, impian setiap kaum hawa.

Namun, bak film laga, kehebohan pasca bercerai terjadi lagi dengan viralnya putri pengacara kondang ini membuka hijab dan tanpa rasa malu mengunggah videonya sedang bermain di pantai dengan berbikini dan seorang teman pria. Pembelaan ayahnya, Salmafina sedang berhirjrah dan itu sah-sah saja. Tak usahlah mengurusi urusan orang.

Ketika kemudian, Salmafina mengakui sudah berpindah agama di salah satu acara talkshow, sudah tak lagi mengagetkan. Mengingat sebelumnya pun sudah menampakan perilaku bukan wanita muslimah. Mengapa seseorang mudah beralih keyakinan? bukan semata-mata karena merasa sudah terhubung sebagaimana pengakuan Salmafina.

Namun agama, terutama Islam hanyalah dipandang sebagai ritual semata, yang semua agama juga memilikinya. Maka hubungan seseorang dengan agama menjadi sebatas ada atau tidak ada kepentingan. Jika kepentingan itu didapat, maka ia akan bertahan dalam agamanya, bila tidak maka berpindah adalah pilihan.

Di sinilah krusialnya salah satu peran negara, yaitu menjaga agama. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah: 256, yang artinya:
” Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”

Maknanya, meski siapapun tidak boleh memaksakan seseorang masuk Islam, termasuk negara. Namun negara memiliki wewenang untuk memastikan akidah seseorang tidak mudah berpindah bahkan goyah. Karena kedudukan negara sebagai simbol penerapan hukum syariat.

Negara juga bertanggung jawab bahwa seseorang dari warganya yang muslim telah benar-benar menggandengkan keimanan dengan amal salih. Agar kenikmatan beriman dan beribadah terasa manis, sehingga tercipta ketenangan dan ketentraman. Maka tindakan murtadnya seseorang dari Islam jelas akan mengganggu ketenangan masyarakat dan jamaah.

Bahkan mampu mengguncang akidah , hal inilah yang tidak boleh terjadi. Pengaturan inilah yang bertentangan dengan sistem aturan yang mengatur kehidupan beragama dan bermasyarakat sekarang. Dengan dalih hak asasi manusia (HAM) atau ” bukan urusanmu” seseorang berpikir bisa bebas berperilaku dan berpendapat.

Sistem hari ini asasnya adalah sekularisme atau memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini karena mereka menganggap agama hanyalah urusan seseorang dengan Tuhannya. Padahal fakta berbicara sebaliknya. Lihat bagaimana negara-negara maju dan kaya yang menyuguhkan fakta mengerikan dari warganya yang depresi, stress hingga bunuh diri.

Selama 2016-2017 hingga bulan Maret lalu di Jepang, tercatat 250 anak-anak usia sekolah dasar hingga sekolah menengah melakukan bunuh diri. Angka ini lebih besar lima kali dari tahun lalu, dan tertinggi sejak tahun 1986 (BBCnewsindonesia, 6/11/2018).

Di Amerika, negara yang mengklaim negara paling demokratis, hampir 45.000 orang melakukan bunuh diri sepanjang tahun 2016, membuat bunuh diri menjadi satu dari tiga penyebab kematian utama yang mengalami peningkatan di Amerika Serikat, bersama dengan penyakit Alzheimer dan overdosis obat-obatan terlarang (voaindonesia.com, 9/6/2018).

Temuan terbaru dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menunjukkan Korea Selatan memiliki kasus bunuh diri tertinggi kedua di antara negara-negara anggota. Korea Selatan telah berada di posisi itu setiap tahun sejak 2007, kecuali pada tahun 2010 dan 2011, ketika negara tersebut duduk di peringkat satu. Tahun ini, Seoul berjanji akan menurunkan tingkat bunuh diri di kalangan penduduknya (voaindonesia.com, 5/11/2018).

Semakin jelas, agama tak sekedar menuntun seseorang dalam berkeyakinan. Namun juga menuntun seseorang ketika menyelesaikan persoalan hidup menggunakan ketentuan agama. Akidah dan peraturan yang tercakup dalam satu agama tidak ada di dunia ini selain Islam.

Allah sendirilah yang menetapkan hanya Islam satu-satunya agama yang diakui dan akan dimenangkan di atas agama lainnya. Maka, menjadi Islam adalah kemuliaan, menjadi kafir adalah kehinaan. Negara akan menjamin keterikatan seorang muslim atau muslimah terhadap Islam dan mencegah gangguan yang bakal timbul, seperti gerakan murtad.

Wallahu a’ lam biashowab.

 

[LS/Ln]

Please follow and like us:

Tentang Penulis