Tindak Perdagangan Wanita Buah Kapitalisme

Oleh: Iiv Febriana

(Komunitas Muslimah Rindu Syariah)

 

LensaMediaNews- Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan lelaki di negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun, kata Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah ‘dieksploitasi’ dengan bekerja di pabrik tanpa upah. Para perempuan ini berasal dari Jawa Barat (16 orang) dan Kalimantan Barat (13 orang).

Mereka dikenalkan dengan lelaki di China lewat mak comblang atau pencari jodoh. Para korban dilarang berhubungan dengan keluarga di Indonesia. SBMI menduga, pernikahan ini sebetulnya merupakan praktik perdagangan manusia. (voaindonesia.com, 24/06/2019)

Tak hanya dari Indonesia, kasus perdagangan wanita baik untuk dinikahi ataupun menjadi Pekerja Seks Komersial di China, berasal dari negara-negara berkonflik seperti Korea Utara dan Pakistan. (tribunnews.com, 21/05/2019)

 

Wanita Dalam Lingkaran Kapitalisme

Dalam sistem Kapitalisme di mana materi adalah ukuran kebahagiaan, maka seorang manusia pun dinilai dari kemampuannya dalam mendatangkan materi. Tidak aturan baku tentang benar dan salah, selama ada permintaan di situ ada penawaran. Saat ini, perempuan diperlakukan dan dipandang sebagai komoditas dan “mesin pencetak” uang. Oleh karena itu, tidak heran kini kasus trafficking serta pelecehan perempuan kian marak.

Sistem kapitalisme pun memelihara kondisi lingkungan materialistik dan konsumtif agar sistem ini tetap bertahan, salah satunya dengan meluncurkan gempuran serangan propaganda yang mendukung sistem melalui berbagai media. Bagi wanita khususnya, kemolekan tubuh dan kecantikan perempuan dijadikan aset iklan, model, film, video porno, penghibur, maupun pekerja seks yang dapat menyumbangkan pajak yang besar bagi negara. Kapitalisme terus berusaha untuk mengeksploitasi waktu, tenaga, pikiran, dan tubuh perempuan menjadi uang.

Perempuan akan semakin banyak yang meninggalkan keluarganya untuk bekerja, baik dalam keadaan terpaksa maupun sukarela. Semakin banyak anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, sehingga akan semakin marak pula kenakalan anak-anak atau remaja dari mulai berbohong hingga terjerumus dalam kriminalitas serta pergaulan bebas. Angka perceraian pun semakin meningkat karena timbulnya konflik, salah satunya penghasilan istri yang lebih besar dibandingkan suaminya.

Solusi Masalah Wanita

Islam memuliakan perempuan di tengah penghinaan terhadap perempuan. Peran perempuan di keluarga, masyarakat, bahkan bernegara sangat besar dan berpengaruh. Terutama dalam mendidik anak yang merupakan jembatan masa depan, penentu masa depan dunia. Peran perempuan, terutama ibu sangat menentukan kualitas generasi selanjutnya. Demikian pula, Islam memperbolehkan wanita untuk bekerja namun kewajiban untuk mencari nafkah terletak pada kaum pria.

Dalam masa kejayaan Islam banyak wanita yang bekerja sebagai guru, dokter, pebisnis hingga ilmuwan. Selama memenuhi aturan Allah SWT maka wanita diperbolehkan untuk bekerja. Apalagi jika jenis pekerjaan itu mengharuskan tenaga wanita seperti bidan untuk membantu persalinan atau dokter spesialis kandungan.

Lalu bagaimana mekanisme pencegahan tindak perdagangan wanita?

Pertama, penguatan fungsi keluarga. Sebagian besar korban perdagangan wanita dilatar belakangi masalah ekonomi dan keluarga yang bermasalah. Maka keluarga harus menjalankan fungsi utamanya dengan menanamkan landasan iman sebagai wujud ketakwaan individu dalam keluarga. Sehingga tiap anggota keluarga terutama wanita memiliki landasan kuat terkait standard perbuatannya benar dan salah ukurannya dikembalikan pada Islam bukan hawa nafsu, cinta dan takut hanya kepada Allah SWT sehingga mampu mencetak individu yang taat kepada Allah SWT.

Kedua, kontrol masyarakat. Masyarakat memiliki fungsi pengontrol perilaku anggota masyarakat lainnya. Mereka menyadari amar makruf nahi munkar menjadi kewajiban setiap orang sehingga masyarakatlah yang menjadi pengontrol setiap kemaksiatan yang terjadi.

Ketiga, optimalisasi peran negara. Negara sebagai institusi tertinggi harus mampu memberikan keamanan dan jaminan. Sistem sanksi yang tegas memberikan efek jera bagi pelaku. Negara juga harus mampu memberikan jaminan pendidikan yang berkualitas sehingga tak ada lagi masyarakat berpendidikan rendah. Negara juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan sistem ekonomi Islam yang bermaslahat dan berkeadilan.

Sistem Islam menjadi jawaban manakala sistem sekuler kapitalis terbukti gagal membentuk peradaban yang memanusiakan manusia. Penerapan Islam dari aspek keluarga, masyarakat, dan negara akan mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih baik.

 

[LS/Ln]

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis