Ironi Gizi di Daerah Lumbung Padi

 

Oleh: Rina Yulistina

 

LenSaMediaNews– Pemerintah kota Madiun baru saja mengadakan Jambore Ketahanan Pangan 2019 tepatnya tanggal 18 Juni. Langkah ini untuk menumbuhkan kesadaran sejak dini kepada anak-anak tentang pola makan sehat yang memenuhi unsur B2SA (beragam, bergizi, seimbang, dan aman). Kegiatan seperti ini patut untuk diapresiasi oleh seluruh lapisan masyarakat.

Berbicara perihal ketahanan pangan, ditahun 2017 Madiun memperoleh predikat lumbung pangan tepatnya di Geger, Kabupaten Madiun. Itu artinya pemerintah daerah tak perlu khawatir akan ketersediaan beras karena mengalami surplus.

Namun, dalam sambutan acara jambore, bapak Walikota menyampaikan pentingnya upaya untuk memberantas stunting di Kota Madiun. Menurut data yang dilansir di laman Madiuntoday.id terdapat 995 balita yang mengalami stunting di tahun 2018-2019. Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah dua tahun yang disebabkan kekurangan gizi dalam jangka waktu lama (kronis). Efek stunting bukan hanya tumbuh pendek, namun lebih dari itu bisa merusak otak. Hingga akan berpengaruh pada kualitas SDM penerus bangsa.

Menjadi suatu yang krontradiktif ketika kota lumbung pangan apalagi hingga 2019 menurut Detiknews.com Madiun memiliki nilai investasi mencapai Rp 5 triliun ternyata masih ada masyarakat yang tersisih. Hidup di bawah standar kehidupan yang layak hingga balita tak berdosa pun ikut menanggung kurangnya asupan gizi.

Harapan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan masyarakat mengkomsumsi B2SA bukan pekara mudah, faktor ekonomi menjadi biang keladinya. Apakah mungkin masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan mampu mewujudkan B2SA? Jika di dalam satu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan tiga anak misalnya, sedangkan dua anaknya bersekolah apakah bisa hidup layak dengan penghasilan 600 ribu? Apakah bisa mewujudkan menu B2SA setiap hari?

 

Ketahanan Pangan vs Daya Beli

Ketahanan pangan tidak cukup slogan karena pangan adalah kebutuhan pokok. Hak memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, hal ini tertuang dalam pasal 27 UUD 1945. Hal tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang pangan. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa pangan adalah hak seluruh rakyat bukan hak rakyat yang kaya saja. Oleh karenanya ketahanan pangan seharusnya berbanding lurus dengan kemampuan daya beli.

Daya beli masyarakat seharusnya juga diperhatikan oleh Pemda. Apalah dikata jika bahan pokok tercukupi namun masyarakat tak sanggup membeli? Inflasi meroket naik, bedasarkan data BPS di Madiun bulan Maret terjadi inflasi sebesar 0,14% dengan IHK 132,59, bulan April inflasi 0,41% dengan IHK 133.3, bulan Mei kenaikan inflasi tinggi sebesar 0,61 % dengan IHK 133,93. Inflasi seperti ini yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun, masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

 

Islam Menjawab Kestabilan Ketahanan Pangan

Sebagai negara muslim terbesar dunia, sudah selayaknya kita mengambil aturan dari Sang Pencipta. Islam mengatur dengan rinci perihal ini dengan cara:
(1) Memberikan subsidi ke petani merupakan kewajiban negara. Hal itu dilakukan negara dengan tujuan supaya produksi pertanian meningkat. Selain itu negara berkewajiban memberikan pelayanan kepada petani untuk menjual hasil panennya dengan harga tinggi tanpa adanya tengkulak nakal sehingga petani bisa diuntungkan.

(2) Kebijakan pendistribusian yang adil. Distribusi merata wajib dilakukan oleh negara. Negara memiliki kebijakan yang melarang adanya penimbunan maupun kartel pangan. Dengan tidak adanya penimbunan maupun kartel pangan maka harga akan stabil. Ketika di satu daerah mengalami paceklik maka sudah menjadi keharusan pendistribusian pangan sampai ke daerah paceklik. Selain itu, kewajiban lainnya memastikan daya beli masyarakat baik. Kondisi daya beli ini dipengaruhi dengan pendapatan, sehingga kewajiban pula menyiapkan lapangan pekerjaan yang cukup.

(3) Negara me-ri’ayah para musafir yang kehabisan bekal dengan memberikan makanan gratis seperti yang pernah dilakukan oleh daulah khilafah.

(4) Selain negara, masyarakat pun didorong untuk saling peduli dengan sesama dengan cara membuat mereka gemar untuk sodaqoh, dan infaq makanan.

Kebijakan seperti ini tidak hanya mencegah stunting tapi akan sanggup memenuhi gizi setiap individu baik kaya maupun miskin. Sehingga harapan Pemda untuk B2SA bukanlah angan-angan belaka.

Wallahu a’lam biashowab.

[ry/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis