Zonasi Pilihan Tepat?

Oleh: Fitri Irawati
(Pelajar, Serdang Bedagai)

 

Libur sekolah telah tiba. Juni menjadi bulan penuh persiapan. Sebagian sibuk hilir mudik ke kampung halaman. Beberapa ada pula yang tengah mempersiapkan berkas-berkas guna melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak kisruh yang mewarnai prosesi pendaftaran masuk sekolah. Salah satunya bersumber dari keluhan orangtua tersebab bingung dengan sistem pendidikan yang tengah dijalani anaknya.

 

Maju atau mundurnya peradaban memang sangat dipengaruhi oleh bagaimana pendidikan generasi penerusnya. Sehingga pendidikan merupakan aspek paling penting yang tentu harus menjadi sorotan dunia.

 

Di Indonesia, tengah diterapkan sistem yang bernama Zonasi. Sistem ini awalnya difungsikan agar terjadi pemerataan, sehingga tidak ada kastanisasi pendidikan dengan adanya sebutan sekolah favorit dan tidak favorit yang menyebabkan adanya asumsi untuk para murid yang bersekolah khusus orang pintar dan kurang pintar. Namun, nyatanya persoalan demi persoalan justru semakin bermunculan semenjak sistem ini diterapkan.

 

Tentu kita sebagai manusia selalu ingin tempat yang terbaik untuk menimba ilmu. Oleh sebab itu, orang tua sibuk mencarikan sekolah mana yang kiranya menjamin pendidikan anaknya meskipun memiliki jarak yang jauh. Hal ini dikarenakan para orangtua ragu akan kualitas sekolah yang terdekat. Akhirnya, berbagai cara dilakukan oleh para wali murid demi mencapai keinginan untuk meluluskan anaknya di sekolah-sekolah yang mereka percaya. Ada yang akhirnya berbondong-bondong mengurus surat kemiskinan padahal dalam keadaan cukup, sampai pada pilihan untuk pindah ke rumah yang dekat dengan sekolah.

 

Tak sedikit kecurangan yang terjadi akibat sistem Zonasi ini. Bahkan presiden indonesia, Bapak Jokowi tidak menutupi bahwa memang banyak permasalahan yang perlu dievaluasi dari penerapan sistem zonasi di PPDB pada tahun ajaran kali ini dibanding dengan sebelumnya, (kompas.com, 21/06/19)

 

Lalu, sudahkah pendidikan di sistem Zonasi yang tengah diterapkan menjadi solusi untuk para pelajar mendapatkan ilmu sebaik-baiknya?

 

Dari berbagai permasalahan yang ada, yang menjadi patokan adalah bagaimana membangun kepercayaan para orangtua dengan sekolah-sekolah yang ada di dekat rumahnya, bukan karena adanya sistem zonasi. Jika sekolah terdekat memiliki berbagai fasilitas baik sarana dan prasarana yang lengkap layaknya sekolah-sekolah yang mereka percaya (baik negeri maupun swasta), sudah barang tentu mereka akan mendaftarkan anaknya ke sekolah terdekat walau tanpa adanya sistem zonasi. Hal ini yang harusnya menjadi acuan untuk pemerintah agar kesetaraan pendidikan dapat tercapai.

 

Lebih daripada itu, kualitas serta akhlak guru yang mengajar juga merupakan hal yang harusnya menjadi pusat perhatian penuh. Sebab perkembangan murid bergantung seberapa berkualitas guru yang mengajar. Tidak sedikit murid yang akhirnya tercemari dengan pemikiran sekulernya sehingga mengejar dunia namun lupa terhadap eksistensi dirinya sebagak makhluk ciptaan Allah.

 

Contoh sistem pendidikan yang baik dapat kita lihat pada masa kekhalifahan Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pada abad ke 6 Hijriah yaitu Madrasah An-Nuriah yang ada di Damaskus. Di sekolah tersebut terdapat berbagai fasilitas seperti asrama siswa, perumahan staff pegawai, ruangan besar untuk ceramah dan lain-lain. (Novia Listanti, dalam tulisannya yang bertajuk: Sistem Zonasi, Solusi atau Ilusi?)

 

Segala macam sarana dan prasarana yang disediakan negara merupakan hak umum yang harusnya bersifat gratis, bukan justru menambah beban para wali murid dalam membayar biaya tunjangan sekolah layaknya pada masa Khilafah. Saat ini yang terjadi adalah sistem kapitalis yang mencari berbagai cara agar segala sesuatunya berubah menjadi keuntungan, bukan kemajuan.

 

Sehingga dapat kita lihat betapa sangat jauh perbedaan dalam bidang pendidikan saat ini dengan masa khilafah. Sebab pada masa khilafah segala bentuk sistem dan aturan berdasar pada yang Maha Pengatur, Allah Subhanahu wata’ala. Bisa kita lihat bahwa selama lebih dari 14 abad lamanya Islam berhasil menorehkan pejuang, ilmuwan-ilmuwan cerdas, dan berbagai bidang dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia. Tidak seperti keadaan sekarang yang akhirnya ‘dipaksa’ untuk maju tanpa dukungan penuh. Wallahu a’lam bishowab. [RA/WuD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis