Pergeseran Nilai Silaturahmi di Hari Fitri
Oleh : Anis Khurosatunnisa’. S.Pd
Idul fitri penuh cerita, semua seolah merayakan kebahagiaan di hari kemenangan, setelah satu bulan penuh berpuasa, mudik dan harapan bertemu sanak saudara menjadi impian. Semua dikorbankan demi silaturahmi dengan keluarga.
Seiring perkembangan faham materialisme di masyarakat, nilai silaturahmi yang murni kini telah bergeser. Silaturahmi kini menjadi ajang untuk unjuk kesuksesan diri. Tampak tampilan mewah, mulai dari baju. Hal ini disebabkan pemahaman bahwa baju terbaik sebagai baju baru, cat rumah baru, hp baru, tas baru, perhiasan baru, bahkan mobil baru yang menunjukkan tingginya status sosial mereka.
Bahkan demi gengsi, selain alasan memudahkan mudik dengan mobil sendiri, ternyata menjadi kebanggaan jika pulang kampung bawa mobil, meskipun milik rental, semua demi strata sosial karena telah sukses di negeri rantau. Kondisi ini bisa dilihat larisnya mobil rental yang lepas kunci di daerah Jakarta.
Inilah gaya hidup di era kapitalisme, masyarakat telah terdampak promosi besar-besaran barang dan jasa dari korporasi kapitalis. Masyarakat memilih sibuk menyerbu pasar untuk belanja demi memburu barang-barang promo, dibanding konsentrasi dalam beribadah dan mengambil esensi hari Raya Idul Fitri. Apapun mereka korbankan, meski dengan utang ataupun dengan menggadaikan barang, semua demi gengsi dan harga diri.
Ini terbukti dari tempat yang paling ramai dikunjungi warga, selain swalayan dan pasar, adalah pegadaian. Tempat penyedia uang cash ramai, karena warga membutuhkan uang tunai dengan mudah, sementara pinjam bank butuh kelengkapan surat dan syarat lain yang lebih rumit, maka pegadaian dianggap alternatif. Cukup membawa barang berharga.
Jika di Jakarta barang elektronik yang digadaikan, di daerah Ngawi Jawa Timur traktor pun memenuhi rumah pegadaian, karena masyarakatnya yang rata-rata petani, hingga traktor manjadi barang berharga sebagaimana motor yang bisa digadaikan.
Wogiyono pimpinan cabang pegadaian Ngawi seperti yang diberitakan pada Radar Madiun (Jawa Pos Group) menyebut ada lima unit pegadaian di Ngawi yang saat ini terdapat 500 traktor yang digadaikan warga, salah satu unit menerima sekitar 300 traktor sebagai barang anggunan. (jpnn.com, 03/06/19)
Gaya hidup masyarakat telah berubah, selain sibuk menaikan strata sosial, nilai silaturahmi pun telah bergeser, jika silaturrahmi dahulu menjadi ajang berkumpulnya keluarga, saling berkunjung dan bercengkrama, mengenalkan anak cucu dan menantu, kini telah berpindah ke tempat pariwisata. Wisata menjadi pilihan pertama dibanding berkunjung kesanak saudara. Ini terbukti dengan ramainya tempat-tempat wisata di hari kedua. Di Ancol misalnya, data yang diterima Akurat Travel hingga sore hari (5/6/2019) terdapat 55.832 wisatawan yang terdata di gerbang masuk Ancol. Jumlah tersebut melebihi angka tahun lalu yang mencapai 53 ribu wisatawan. (akurat.co, 6/6/19)
Usai Ramadan, harusnya kita dapat kemenangan dengan naiknya derajat keimanan, hingga tampak makin khusuk dalam ibadah dan tidak lagi memburu dunia, karena menganggap dunia hanya sementara. Harapan terampuni dosa-dosa yang lalu yang bersifat vertikal (baca hubungan manusia dengan Allah). Dilanjutkan Idul Fitri, dengan silaturahmi, berkunjung, dan saling memaafkan.
Islam memudahkan umatnya dengan konsep hidup sederhana, tak perlu riya (pamer kekayaan diri, ibadah diri), hidup semampunya, tak perlu berutang jika tidak butuh, apalagi menggadaikan barang. Tak perlu menggunakan faham materialis apalagi hedonis yang memburu kesenangan dunia dan melupakan tujuan akhir hidup di akhirat.
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya niscaya kami berikan pada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan”. [QS. Hud (11) : 15-16]
Islam itu Indah, menyatukan darah yang tercecer dengan jalinan silaturahim dan ukhuwah. Merakit hubungan rahim yang terpencar diberbagai wilayah pada hari yang Fitri dengan budaya mudik dan menjalin silaturahim. Yang akan memanjangkan umur dan melapangkan pintu rezki, bukan ke tempat wisata yang malah menghabiskan dan menghamburkan uang.
Meskipun boleh berwisata, tapi mari kita pilih dan kita manfaatkan di hari yang Fitri dengan menjalin silaturahim, berkunjung ke sanak saudara bahkan ke para guru-guru kita, para kiyai agar mendapat secercah cahaya kehidupan dari nasehat-nasehat mereka.
Dari Anas bin Malik ra berkata: Rasulullah Saw. bersabda: ”Bagi siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menjalin hubungan silaturahim.” (HR. Muttafaq Alaih). Maka, marilah kita luruskan tujuan silaturahmi. [RA/WuD]