Lagi, Rakyat Jadi Korban Demokrasi
Oleh: Sri Retno Ningrum
LensaMediaNews- Indonesia berduka, sebutan itu pantas untuk disematkan pada negeri ini. Pasalnya begitu banyak masalah yang tak kunjung selesai, seperti kekayaan alam dikuasai asing, utang negara semakin menumpuk, dan terbaru masalah yang terjadi pasca pemilu 2019.
Pasca diumumkannya paslon no.1 sebagai pemenang, pendukung Prabowo – Sandiaga Uno melaksanakan aksi damai pada 21 – 22 Mei 2019 untuk menuntut keadilan dan tidak menyetujui hasil pemungutan suara. Aksi yang semula berjalan tertib, namun tiba-tiba pada 22 Mei dini hari, didatangi perusuh yang mengakibatkan korban jiwa.
Adanya “perusuh” menurut kepolisian, hal itu sangat janggal. Pasalnya, satu-satunya pihak yang memegang senjata adalah aparat keamanan. Adapun pernyataan Kapolri tentang pihak lain menggunakan senjata jenis M40 serta menggunakan peredam oleh snipper adalah tidak masuk akal juga. Jika itu benar, maka selongsong peluru tajam itu tidak mungkin ditemukan berhamburan di lokasi kejadian bentrokan. Belum lagi, penemuan peluru dari dalam mobil polisi yang terparkir di pinggir jalan yang diduga kuat berjenis sama seperti yang ditembakkan.
Selain itu, hal aneh lainnya adalah adanya pernyataan dari pihak kepolisian yang mengatakan bahwa jika kelak ada yang menembak dalam unjuk rasa itu dipastikan bukan dari kepolisian. Sungguh pernyataan aneh, seakan polisi sudah tau bakal ada kelompok bersenjata dan kericuhan.
Asumsi ini di perkuat adanya video rekaman CCTV berdurasi 44 menit yang memperlihatkan perusak kendaraan di markas Brimob adalah pihak aparat. Jika aparat melakukan kesalahan, tentu melakukan 2 hal yaitu penyebaran hoaks dengan dijerat UU ITE dan tindakan “salah prosedur” penanganan demonstrasi karena telah menggunakan senjata tajam yang diarahkan kepada pengunjuk rasa (dapat dijerat dengan pasal 28 perkapolri no.7 tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan, dan pengamanan perkara penyampaian pendapat di muka umum).
Aksi damai yang berakhir pilu mendapat tanggapan dari Anggota Dewan Pengarah BPN (Prabowo – Sandi), Fadli Zon menyebutkan masyarakat Indonesia kini sedang menghadapi sebuah tragedi dalam demokrasi Indonesia. hal tersebut disampaikan Fadli Zon saat menjadi narasumber di CNN Indonesia (Jum’at, 24/05/2019). Fadli Zon menegaskan, dirinya menyampaikan hal tersebut berdasarkan adanya ratusan korban yang gugur selama proses pemilu berlangsung.
“Kita menghadapi sebuah tragedi di dalam demokrasi kita. Sudah jatuh korban dari KPPS, lebih dari 600 orang meninggal yang tidak mendapatkan satu perhatian memadai, kemudian sekarang ada 8 orang, ada juga informasi yang menyebutkan 16 orang meninggal dalam aksi demonstrasi 21 – 22 Mei,” ujar Fadli Zon. Atas banyaknya korban tersebut, Fadli menilai nyawa di Indonesia seperti tidak dihargai sepadan.
“Nyawa di Indonesia sepertinya murah dan sambil lalu saja. Kemudian dibahas tidak ada pertanggungjawaban,” ungkap Fadli (Tribunwow.com).
Sungguh sangat di sayangkan hal ini bisa terjadi. Nyawa kaum muslim tidak lagi berarti. Mereka menuntut keadilan namun hasilnya nyawa menjadi taruhan. Sebaliknya, nafsu-nafsu penguasa seakan tak pernah puas dengan kekuasaan yang sudah diraih.
Semboyan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sudah tidak berlaku lagi. Sistem demokrasi hanya berpihak kepada mereka yang memiliki modal yang besar dan si pemilik kekuasaan, seolah bila sudah berkuasa tidak mau lengser dari jabatannya. Hingga keadilan sudah tak mungkin diharapkan dalam sistem ini. Penegakan hukum pun menjadi tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Masihkah kita berharap dengan demokrasi?
Dalam pandangan Islam, harga satu nyawa yang ditumpahkan, lebih berharga dibanding dengan runtuhnya Ka’bah. Demikian penghargaan Islam terhadap jiwa manusia. Bila kita melihat di belahan dunia lainnya, contohnya di Gaza, Suriah, Rohingya, dan lainnya. Begitu murah jiwa kaum muslim sekarang ini. Mereka dibunuh oleh kafir penjajah. Miris!
Hal ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Apalagi di negeri mayoritas muslim, kita tidak boleh saling terpecah-belah. Tentu kita sebagai sesama muslim harus menyadarkan kepada penguasa untuk meninggalkan sistem demokrasi yang sudah cacat ini dan mengganti dengan sistem yang sahih yakni sistem Islam. Sistem Islam terbukti mengayomi kaum muslim dan non-muslim lebih dari 13 abad. Dengan sistem Islam jiwa kaum muslim akan terpelihara. Tidakkah kita merindukannya?
Walhasil, dengan penerapan Islam secara kaffah, maka Islam akan membawa rahmat bagi semesta alam bukan menimbulkan pertumpahan darah seperti yang dituduhkan orang yang tidak paham dengan ajaran Islam. Untuk itu, patut kita merenungkan firman Allah di surah Al Anbiya ayat 107,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Wallahu’alam bishshowab.
[LS/Ah]