Kepala Daerah Kabupaten Bandung, Jangan Hanya Sekedar Pergantian Wajah

 

Pilpres dan Pileg telah berakhir. Namun, riak-riak politik kabupaten Bandung belum berakhir. Akankah ada perubahan setelah Pileg 2019 ini? Dari hasil Pileg, publik sudah mampu membaca figur-figur yang akan muncul di 2020.

Perhitungan suara menghasilkan komposisi: Golkar 11 Kursi, PKS 10 Kursi, PDIP 7 Kursi, Gerindra 7 Kursi, PKB 6 Kursi, Demokrat 5 Kursi, Nasdem 5 Kursi dan PAN 4 Kursi. Total 55 Kursi (https://globalinvestigasinews.co.id/peta-politik-kabupaten-bandung-desember-2020/).

Terlepas dari siapa pun yang digadang-gadang akan menjadi kepala daerah, jangan sampai dilupakan bahwa kepala daerah, atau bahkan presiden sekalipun, hakikatnya hanyalah person yang ada dalam sebuah sistem, yakni demokrasi. Sebagai sebuah sistem, tentu ada mekanisme tersendiri yang akan mengendalikan orang di dalamnya yang akan mengikuti kerja sistem.

Dan karena dalam sistem demokrasi berlaku kedaulatan di tangan rakyat, dimana rakyat boleh membuat hukum, maka kepala daerah sah-sah saja membuat hukum. Masalahnya adalah hal tersebut tidak dibolehkan dalam Islam karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT.

Terlebih lagi, ketika hukum yang dihasilkan dalam mekanisme demokrasi tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam, maka kesengsaraan, kemiskinan, kenestapaan, kecurangan, dan masalah-masalah lain kian menggunung. Karenanya, jika kepala daerah masih bersandar pada demokrasi maka umat tidak akan keluar dari masalah.

Oleh karena itu, umat harus fokus melakukan perubahan hakiki. Dimana pergantian bukan hanya sekedar wajah namun pergantian sistem hidup dari demokrasi menuju sistem Islam yakni Khilafah. Karena hanya Khilafah, sistem yang bersumber dari Allah SWT yang tidak mungkin salah. Perubahan menuju sistem Islam ini hanya akan terwujud melalui dakwah ke tengah-tengah umat.

Enok Rumhayati, Kabupaten Bandung

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis