Dalam sistem demokrasi, memang tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Yang ada adalah kepentingan yang abadi. Kiranya inilah fakta yang tercermin dalam kebijakan pemerintah dalam pembentukan kabinet yang baru, Kabinet Rekonsiliasi (United Goverment). Yaitu, kabinet yang merangkul partai-partai yang sebelumnya mendukung opposan dan kini merapat ke kubu pemerintah.

Setelah tensi politik sempat memanas pasca Pemilu 2019, sepertinya pemerintah berupaya untuk meredamnya dan menjaga stabilitas politik. Salah satu caranya adalah dengan merangkul beberapa partai yang dinilai mampu mendinginkan suhu perpolitikan di negeri ini, semisal PAN dan Demokrat. Apapun redaksi yang digunakan. Apakah dengan menyampaikan bahwa bangsa ini terlalu besar bila diurus oleh satu partai saja, atau dengan menyebut pemerintah ini dahulunya dibentuk dengan gotong royong. Atau dengan melisankan “The right man in the right place“. Namun, inti dari semua itu adalah satu, yaitu berbagi kursi kekuasaan.

Pembagian kursi kekuasaan dalam sistem demokrasi memang suatu keniscayaan. Ini merupakan konsekuensi dari pemerintahan yang didukung oleh multipartai. Barat, tempat lahirnya demokrasi-kapitalisme menyatakan, No Free Lunch. Benar, tidak ada makan siang yang gratis. Artinya, setiap kontribusi pasti ada kompensasinya. Begitu pula dengan urusan politik ala demokrasi. Imbalan tersebut apalagi kalau bukan bagi-bagi kursi kekuasaan. Tak hanya untuk para elit politik, tapi juga bagi para kapitalis pendukungnya. Inilah hakikatnya demokrasi. Siapa yang mau didukung, siap-siap tuk memberi untung.

 

Nay Beiskara (Komunitas Pena Islam & Revowriter)

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis