“People Power” Frustasi Politik
Oleh: Isnawati
LenSaMediaNews– Bermula dari rasa gelisah dan kecewa yang bergelayut dalam hati umat terhadap hasil pemilu 2019 berujung people power, harapan dan tujuan pemilu tidak sesuai dengan realita yang ada telah berakibat frustasi politik.
Pengamat menyebut aksi 22 Mei di Jakarta di depan Gedung Bawaslu jalan MA. Thamrin, Rabu (22/5/2019) adalah ungkapan dari frustasi politik yang membawa dampak negatif bagi seluruh umat. Menurut data yang ada korban meninggal dalam ricuh yang mewarnai aksi 22 Mei 2019 berjumlah 8 orang, non trauma 93 orang, luka berat 79 orang, luka ringan 462 orang, dan yang belum ada keterangan 96 orang. (Bangkapos, 24/05/19)
Umat dipertontonkan adanya kecurangan tanpa ada respon positif dari pemerintah, KPU, maupun aparat. Banyak kalangan yang merasa frustasi melihat keadaan yang ada. Frustasi berubah menjadi sebuah kemarahan yang bukan semata-mata karena membela salah satu paslon saja tetapi tuntutan akan keadilan dan kejujuran dari pengelola negeri ini yang mendorong terjadinya aksi 22 Mei 2019.
Frustasi politik yang terjadi tidak bisa hanya dihadapi dengan berkonsentrasi pada survei dan statistik popularitas seorang tokoh saja sebab kecarut marutan ini bukan hanya sekedar masalah figur. Esensi politik adalah adanya kejujuran dan keadilan yang tidak boleh diabaikan. Luka hati yang ada pada umat akan selalu bersemayam sebab jejak-jejak itu ada dan terlanjur hadir. Hal ini tentunya tidak bisa diselesaikan hanya dengan number, luka hati yang sudah tergores lebih sakit dari angka yang dipalsukan.
Kepalsuan yang ada menghadirkan integritas yang rendah, integritas pemilu 2019 telah tercoreng dengan kecurangan yang terstuktur, sistematis dan masif padahal pemilu tanpa integritas yang tinggi akan berakibat rendahnya kepercayaan umat baik dalam negeri maupun dalam kancah internasional. Integritas yang rendah akan membunuh kehadiran pemimpin dan wakil rakyat yang terpercaya yang memiliki legitimasi yang kuat yang bisa dipertangung jawabkan.
Legitimasi yang amanah sangat diperlukan dan hal ini membutuhkan upaya dari seluruh komponen bangsa agar kualitas pemilu menjadi penguat mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Berusaha mewujudkannya dalam negara yang menganut sistem demokrasi kapitalisme adalah cita-cita yang sia-sia.
Demokrasi sudah nampak rapuh dan lemah, gambaran itu nampak dari politiknya yang tidak mencerminkan peningkatan kualitas, proses dalam pencapaian perubahan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, semakin hari semakin kabur dan kacau mau dibawa kemana bangsa ini tanpa kejelasan. Korupsi dan kegaduhan manuver-manuver politik yang terjadi karena keculasan yang selalu menyertai hingar bingarnya demokrasi memberikan sinyal bahwa kerobohan demokrasi tinggal menunggu waktu.
Partai-partai politik yang digadang-gadang sebagai kekuatan penting penjaga demokrasi semakin digerus oleh rasa cinta dunia sehingga mudah tergoda dan menggoda. Feodalisme dan oligarki adalah keculasan yang menghilangkan legitimasi.
Instrumen kebijakan yang ada orentasinya mengekang membunuh pemikir-pemikir yang kritis dengan label makar dan teroris. Parahnya lagi hukum yang ada tidak mampu mengatasi sengketa untuk mencapai keadilan, inilah yang meruntuhkan hukum itu sendiri karena terjebak oleh kepentingan.
Perubahan hakiki harus segera diwujudkan dengan menghadirkan corak bernegara yang mampu menjamin sistem pemerintahan yang transparan dan responsif. Membuang semua cara-cara yang rusak yang minim substansi hingga terjebak sensasi berupa pencitraan belaka. Perubahan itu harus mengarah pada kemampuan melindungi hak umat dan negara itu sendiri dengan menegakkan hukum demi tegaknya keadilan.
Landasan Iman dan ketaatan pada pengaturan semua sendi kehidupan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta serta Pengatur kehidupan adalah cara yang efektif untuk mereformasi mesin kekuasaan kembali kejalan yang benar. Komitmen membangun politik membutuhkan pencerahan berupa landasan pijakan yang benar.
Krisis legitimasi hari ini semakin kritis dan hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut sebelum legitimasi umat pada pengatur negeri ini hilang sama sekali, apakah kita akan diam melihat frustasi politik hari ini? Naudzu billahi mindzalik.
“Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya, jika ia masih tidak mampu maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Wallahua`lam Bisshawab.
[Lm/Hw/Fa]