Ramadhan, Saatnya Mengokohkan Jalan Perubahan
Oleh: Wati Umi Diwanti
(Pengasuh MQ. Khadijah Al-Kubro Martapura)
LensaMediaNews- Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Setiap manusia normal, pasti menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Demikian yang terjadi di negeri ini. Kehidupan yang kian menampakkan ketidaknyamanan, mendorong banyak pihak untuk melakukan perubahan dengan berbagai jalan. Salah satunya adalah dengan mengganti pemimpin. Sayangnya, pemilu selalu membuat pilu. Pergantian pemimpin, tak kunjung memperbaiki kondisi negeri. Bahkan makin hari makin ngeri. Pemilu kali ini lebih buruk lagi. Praktek jual beli suara dan kecurangan dalam perhitungan suara semakin nampak nyata.
Nahasnya lagi, selain menghanguskan dana yang tak sedikit di tengah kehidupan rakyat yang serba terhimpit. Juga menelan banyak sekali korban jiwa, 485 anggota KPPS meninggal dunia dan 10.997 orang mengalami sakit (kompas.com, 14/5/2019). Tak sampai di situ, laporan kecurangan yang tidak direspon sebagaimana mestinya mendorong adanya aksi menuntut keadilan di tanggal 22 Mei. Korban jiwa pun kembali berjatuhan. Terdapat 905 orang luka-luka dan 8 orang diantaranya meninggal (m.mediaindonesia.com, 24/5/2019)
Pengorbanan memang senantiasa diperlukan untuk sebuah perubahan. Namun, apakah jalan yang ditempuh hingga mati-matian itu sudah benar? standar benar salah seharusnya bukan pada pendapat orang banyak. Tapi pada apa-apa yang telah menjadi ketetapan Tuhan. Dalam sejarah kehidupan, siapa yang bisa membantah bahwa Rasulullahlah pelaku perubahan paling spektakuler. Beliau mampu merubah peradaban terburuk hingga dalam sejarah dijuluki ‘masa jahiliyah’ menjadi pusat peradaban mulia dunia. Dialah Mekah dan Jazirah Arab.
Mekah adalah tempat berkumpulnya segala kemaksiatan. Kecurangan timbangan dan riba dianggap biasa. Mabuk dan zina pun telah membudaya. Berbagai tindakan kekerasan menjadi rutinitasnya. Kemudian semuanya itu berubah. Puncaknya adalah tahun ke tiga hijriyah saat Mekah ditaklukan secara damai. Cara Rasul inilah yang harus kita ikuti. Selain telah terbukti berhasil, meneladaninya adalah sebuah konsekuensi keimanan.
Dalam siroh dan hadist terpapar jelas, bahwa dakwah yang dilakukan Rasulullah bukan semata masalah ibadah. Tetapi juga masalah siyasah (politik). Yakni ada upaya meraih kekuasaan untuk menegakkan Islam. Inilah kenapa kafir Quraisy yang pada awalnya bersikap biasa pada dakwah Muhammad, berubah menjadi sangat represif. Berbagai cara mereka lakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah. Fitnah, boikot hingga penganiayaan dan pembunuhan terus digencarkan. Namun dakwah terus berlanjut. Kafir Quraisy pun pernah menempuh trik menggembosi dakwah dengan menawarkan harta dan wanita bahkan kekuasaan. Tentu saja bukan kekuasaan yang bisa digunakan untuk menerapkan Islam secara paripurna dan permanen. Karenanya dengan tegas Rasulullah pun menolaknya.
“Demi Allah, andai saja mereka dapat meletakkan mentari di genggaman tangan kananku dan rembulan di genggaman tangan kiriku, dengan konsekuensi aku harus meninggalkan urusan (Islam) ini, niscaya aku tak akan pernah meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa dalam memperjuangkannya.“
Sikap tegas Rasulullah ini harus diteladani. Tak ada kompromi dengan sistem yang bukan Islam meski di dalamnya dijanjikan jabatan. Sebaliknya, meski penyiksaan makin parah, Rasulullah tetap istiqamah menempuh perubahan dengan jalan/toriqoh umat. Yakni memahamkan masyarakat melalui dakwah pemikiran. Bahwa Islam adalah ideologi, aturan seluruh kehidupan. Hingga kemudian muncul kesadaran dan keridhaan unat untuk diatur dengan Islam. Saad Bin Muaz sebagai pemimpun Suku Khozroj, kabilah besar di Madinah lah yang mau menyerahkan kekuasaanya pada Rasulullah saw.
Bermula dari Daulah Madinah inilah kemudian satu per satu negara di sekitarnya turut berubah dengan seruan dakwah dan futuhat (pembebasan). Tak terkecuali Mekah. Sejak saat itulah Mekah dan negara lain yang dinaungi aturan Islam menjelma menjadi mencusuar peradaban dunia yang mempesona. Hingga sejarahwan nonmuslim pun turut mengabadikannya. Diantaranya adalah Will Durant dan sang istri Ariel Durant, dalam bukunya Story of Civilization.
“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Maka masihkah kita ingin mencapai perubahan dengan jalan selain yang dicontohkan Rasulullah saw? saatnya menjadikan Ramadan kali ini sebagai momen mengokohkan jalan menuju perubahan, sesuai apa yang telah Rasulullah lakukan. Ingatlah bahwa Allah telah berfirman.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (TQS al-Hasyr: 7)
Wallahu a’ lam biashowab.
[LS/Ry]