Musabab Ekonomi Indonesia Terjerembab
Oleh: Puji Ariyanti
(Ibu dan Pengamat Generasi)
LenSaMediaNews– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) pada periode April 2019 mengalami defisit sebesar Rp101,04 triliun. Defisit ini lebih besar ketimbang periode yang sama pada tahun lalu yang hanya Rp54,9 triliun.
“Defisit anggaran Rp101 triliun atau 34,1persen dari alokasi defisit tahun ini. Ini lebih dalam defisitnya dibandingkan April tahun lalu Rp54,9 triliun,” ujar perempuan yang akrab disapa Ani ini (kompas.com, 16/5/2019).
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan yang perlu diperhatikan dari utang luar negeri Indonesia adalah debt to service ratio (DSR) yang meningkat signifikan pada kuartal I 2019. DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan transaksi berjalan.
“Rasio pembayaran utang atau DSR ini naik jadi 27,9%. Kenaikan DSR ini mengindikasikan bahwa kinerja utang makin tak produktif dalam mendorong penerimaan valuta asing (valas) khususnya dari ekspor,” ujar Bhima. (detikFinance,18/5/2019).
Sistem ekonomi kapitalis neoliberal benar-benar menjadi jebakan mematikan bagi perekonomian di Indonesia. Sayangnya pemerintah Indonesia masih berkubang disitu.
Salah satu ciri ekonomi liberal adalah semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi. Termasuk didalamnya adalah kepemilikan aset-aset produksi milik BUMN dijual kepada pihak swasta, baik swasta nasional maupun asing, dengan demikian perekonomian Indonesia semakin liberal karena pangsa pasar ditentukan oleh pihak swasta.
Yang paling menonjol adalah dihapusnya subsidi untuk rakyat secara perlahan, sehingga tugas pemerintah cukup sebagai regulator saja, sebab pemenuhannya diserahkan pada mekanisme pasar.
Peran IMF sebagai pemasok dana yang memiliki berbagai sarat kepentingan asing turut andil dalam kebangkrutan Indonesia. Indonesia juga bersepakat dalam Letter of Intent (LoI) sehingga penentuan nilai kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap (fix rate). Dengan kata lain, besarnya nilai kurs rupiah harus dikembalikan pada mekanisme pasar.
Indonesia juga terikat dalam perjanjian kancah perdagangan dunia atau WTO, dengan demikian semakin memperjelas keterikatan Indonesia untuk masuk kubangan libelarisasi ekonomi dunia atau kapitalisme global.
Indonesia negara kaya, jika pengelolaanya diserahkan kepada mekanisme penerapan sistem kapitalisme neoliberal jelas akan menjerumuskan Indonesia ke ambang kebangkrutan.
Sejatinya dengan swastanisasi yang tugasnya mengalih-tangankan kewenangan negara pada pihak swasta, justru laju perekonomian negara semakin bergantung pada investor asing. Lihat saja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negerinya harus impor terlebih dahulu dan inilah penyebab defisit anggaran, karena harganya ditentukan oleh minyak dunia yang mengalami kenaikan seperti sekarang ini.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang dibangun di atas pondasi akidah Islam. Akidah Islam adalah akidah yang haq, karena berasal dari Allah SWT, yang dibawa melalui Muhammad Rasulullah SAW. Jelas sistem ini yang memuaskan akal, menenteramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah manusia. Oleh karenanya sistem ekonomi Islam, memiliki karakter yang khas dan manusiawi.
Oleh sebab itu ekonomi Islam merupakan solusi bagi umat manusia untuk keluar dari krisis dan hidup sejahtera. Untuk itu, kita membutuhkan Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang menerapkannya.
Wallahu’alam bissawab
[EL/Fa]