Di Balik Tabir Harga Bawang Impor
Oleh: Ayu Ramadhani
LensaMediaNews- Ramadan hadir di tengah-tengah kita. Masih sangat jelas, rasa bahagia yang dirasakan saat Allah masih memberikan kesempatan untuk membersamai bulan penuh berkah ini. Bulan yang istimewa dengan penyambutan yang gembira. Diawali dengan harumnya pangir, gemuruh takbir plus pawai obor, hingga jamuan makan spesial menambah meriahnya Ramadan.
Namun, momen gembira Ramadan harus terbagi dengan rasa galau naiknya harga pangan. Dilansir dari Economy.okezone.com pada Jum’at 3/5/2019, harga pangan berupa bawang putih naik menjadi 55.000 – 65.000 rupiah/kg. Mungkin untuk sebagian orang menjadi hal biasa naiknya pangan saat Ramadan. Mengingat Ramadan sering dijadikan ajang meraup keuntungan. Namun ada yang tak biasa dalam melonjaknya harga bawang dengan nilai yang cukup fantastis ini.
Diketahui dari Kepala Dinas Perdagangan Jatim, Drajat Irawan mengatakan bahwa menjelang bulan Ramadan pemerintah telah melakukan impor bawang putih dengan jumlah 115 ribu ton dari Tiongkok yang siap diedarkan awal Mei 2019, dengan harga jual sekitar 26.000 rupiah (Economy.okezone.com, 3/5/2019).
Dengan harapan, bawang putih tersebut diprioritaskan untuk mengamankan pasokan di bulan puasa dan lebaran sebagaimana dikatakan Ditjen Kementan, Ismail Wahab di Jakarta (Antaranews, 3/5/2019).
Sungguh selisih harga yang sangat jauh dari apa yang telah disampaikan pihak Kementerian Pertanian. Terlihat adanya ketidaksinkronan dari apa yang terjadi dalam impor bawang putih ini. Dan benar saja, sebagaimana yang diutarakan oleh Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman bahwa ada importir nakal yang menyebabkan harga naik di atas Rp. 30.000/kg (Cnbcindonesia.com, 05/05/2019).
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, sebanyak 14 importir telah menandatangani kesepakatan untuk menjaga harga. Kementan telah membentuk satuan tegas bersama Polri untuk memantau harga bawang putih selama Ramadan. Sejauh ini sudah ada 700 mafia pangan yang telah di-blacklist oleh Kementan dan 400 diantaranya sudah menjadi tersangka.
Menjadi pengetahuan yang umum, bahwa semakin beredarnya barang di pasar maka akan semakin menurunkan harga jual. Namun teori yang ada dalam pelajaran ekonomi itu, direkayasa sedemikian rupa. Agar mereka meraih keuntungan sebesar-besarnya. Menjadi hal yang begitu lazim dilakukan pengusaha yang di-backing sistem saat ini, dengan memanfaatkan kebutuhan untuk meraup keuntungan.
Terlihat jelas permainan yang dilakukan sejumlah pengusaha. Nampak bahwa mereka kian menjadikan rakyat sebagai alat menimbun kekayaan. Menekan rakyat dengan harga pangan yang tinggi. Tak lagi mempedulikan bagaimana rakyat harus bersusah payah memenuhi kebutuhannya. Kasus impor bawang putih menambah realita bahwa mereka bermain licik dengan profesinya.
Di dalam Islam, kecurangan bukanlah kasus yang sepele, yang ditindak dengan teguran lembut atau sekedar basa-basi alias bincang sana dan bincang sini. Praktik kecurangan yang merugikan umat akan dicegah oleh negara dengan sanksi yang berat. Negara dan pemimpin (khalifah) akan selalu ada sebagai penindak tegas yang membasmi kecurangan. Agar rakyat tidak diperas oleh pengusaha.
Tidak hanya tegas dalam menghadapi persoalan, namun sistem Islam akan menghadirkan aturan (yang bersumber dari Alquran dan As Sunnah) yang menjadi komando tegas bagi pengusaha untuk menjalankan pekerjaannya. Dari aturan ini pula, negara akan menerapkan sistem yang memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk murahnya harga pangan.
Bea cukai pun tak luput dalam pandangan Islam, dimana jumlah pajak yang dikeluarkan oleh negara untuk membeli barang dari negara lain akan sama jumlahnya dengan pajak yang ditentukan oleh negara. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab ra. yang merupakan bukti dari keperkasaan negara.
Sungguh aturan yang berasal dari Allah Swt tidak akan menzalimi manusia. Alquran dan As Sunnah adalah satu-satunya dasar yang layak untuk mengurusi manusia. Sebab aturan itu berasal dari Sang Pencipta. Bukan dari lemahnya akal manusia yang hanya berpikir manfaat dan eksistensi dirinya.
Wallahu’alam bishshawab.
[LS/Ah]