Wacana Keadilan yang Dirindukan
Oleh: Shafayasmin Salsabila
(Forum Muslimah Peduli Umat)
LenSaMediaNews–Manusia, hingga berakhirnya alam semesta, sejatinya memiliki perasaan yang sama akan keadilan. Tak satupun jiwa yang tak haus untuk diperlakukan tidak berat sebelah. Namun sayangnya, di era kezaliman saat ini, adil menjadi satu mimpi. Seakan sulit diwujudkan dalam alam nyata. Mata tak mampu berdusta, betapa menganganya semakin lebar, kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Pelayanan kesehatan dan pendidikan, manis pahitnya tergantung uang. Begitupun penegakan hukum yang pincang sebelah. Tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Tak cukup sampai di situ, yang paling merana adalah apa yang menimpa tubuh umat muslim. Bukan hanya di Negeri Khatulistiwa, tapi merata di seluruh dunia. Standar ganda diberlakukan. Islam dianak tirikan. Sentimen negatif memusnahkan apa yang dunia kenal sebagai keadilan.
Fakta Pilu
Lihatlah kebrutalan yang terjadi di New Zealand, saat penyelenggaraan shalat Jumat, 15/3/2019. Puluhan peluru ditembakkan menyasar tubuh-tubuh tak berdosa. Atas nama Islamofobia, pelaku membenarkan aksinya melahap nyawa umat muslim. Akibat kekhawatiran tidak berdasar. Hanya karena masifnya imigran Muslim di negeri yang terkenal keamanannya tersebut. Tentu terjangkitinya benak seseorang dengan paham ini bukan tanpa sebab. Islamofobia merasuki benak pembenci Islam lewat opini-opini menyesatkan yang sengaja dipropagandakan. Dan lagi-lagi dunia mempertontonkan ketidak adilan. Teror dahsyat senyap ditelan sikap bungkam para penguasa Barat. Tak kalah memilukannya, pemimpin negara-negara Muslim pun nampak serempak untuk memalingkan muka, meski mengecam, namun tak ada pembelaan secara militer. Padahal keimanan seharusnya mendorong penguasa muslim menerjunkan pasukannya untuk membela kaum muslim, meski hanya satu jiwa yang terzalimi.
Belum kering luka umat, kejadian di Mali menambah prahara. Pembantaian terjadi di desa Ogossagou. 134 Muslim Mali tewas secara brutal pada hari Sabtu (23/3/2019). Etnis minoritas Fulani menjadi target serangan. Banyak dari korban, menurut PBB, adalah perempuan dan anak-anak (wartakota.tribunnews.com, 27/3/2019).
Kehormatan dan darah kaum muslim menjadi amat murah. Apa yang telah menimpa para orang tua dan anak-anak di Palestina, Suriah, Irak, etnis Rohingya, warga Uighur, dan semua yang tengah tertindas, hanya karena mereka adalah muslim. Disakiti, direnggut harta dan nyawanya, menjadi fakta pilu sehari-hari. Tidakkah dunia kehilangan mata dan telinganya? Maka jangan tanya sebesar dan seberat apakah kerinduan umat akan keadilan.
Menjawab Kerinduan
Nanar jika mengingat kembali jejak yang ditoreh masa lalu. Saat Islam masih dalam satu kepemimpinan. Jangankan pemusnahan masal, ataupun sampai tercerabut satu nyawa tak bersalah, sekadar pencideraan terhadap aurat seorang Muslimah saja, satu pasukan besar menyemut dan memanjang, meluluhlantakan sikap amoral. Sejarah mencatatnya, Khalifah Mu’tasim Billah yang melegenda, menjawab satu teriakan dengan mengirim bala tentara dalam jumlah besar. Betapa umat merindukan kembalinya kepemimpinan Islam yang hadirkan keadilan bagi umat Muslim juga seluruh penduduk bumi.
Ingin menghirup kenyamanan tanpa dipilah mana anak pejabat mana anak pedagang kaki lima. Ingin diperlakukan sama saat sakit mendera, tanpa ditanya “umum” atau “jaminan”? Ingin mengenyam pendidikan hingga doktoral meski bukan anak dari figur terkenal. Ingin umat Islam dimanapun berada tidak lagi dipandang sebelah mata. Saat muslim menjadi korban, pegiat HAM bungkam. Perbincangan tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, karam. Tinggalah Umat sebagai pesakitan. Ditinggalkan tanpa pembelaan, sendirian dirundung ketidakadilan.
Mari menjawab kerinduan dengan segepok semangat untuk berjuang. Jangan biarkan keadilan hanya sebatas mimpi. Tugas kita adalah untuk mewujudkannya. Pelindung umat itu sebenarnya ada. Rasul Saw, jauh-jauh hari sudah mengabarkannya.
”Sesungguhnya al-Imâm (khalifah) itu adalah perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”
(HR. Al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).
Teladan Rasul
Mengembalikan perisai umat tentu ada tata caranya. Sebagai orang beriman, Rasulullah Saw adalah sebaik-baik teladan. Maka tidak ada yang lebih tepat kecuali mengikuti jejak kekasih Allah. Rasul mengawali dengan perubahan mendasar terlebih dahulu, yaitu melakukan pembinaan terhadap para sahabat. Hingga Islam saja yang ada dalam benak mereka. Kemudian tahap penerapan hukum Islam dalam sebuah Institusi resmi, negara. Pada saat itulah umat telah memiliki perisainya.
Oleh karena itu, aktivitas dakwah pemikiran menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pembinaan umat lewat kajian-kajian Islam akan mendekatkan umat kepada ajaran Islam yang membangkitkan. Seiring sejalan, syiar Islam makin dinyaringkan. Menembus setiap sudut jalan dan perumahan. Ide Islam menjadi santapan lezat untuk didalami dan didiskusikan. Masyarakat sepakat dengan solusi Islam. Dan selanjutnya upaya meminta dukungan dari pemilik kekuasaan akan meniscayakan kembalinya perisai umat.
Saat itu, keagungan institusi Islam akan mengawal keadilan kembali hadir dalam dekapan. Tak ada miskin dan kaya, semua sama dihadapan hukum syara’. Umat Muslim kembali kepada fitrahnya. Harta dan jiwanya dijunjung setinggi gunung menjulang. Setitik darah tertumpah, genderang perang akan ditabuh. Tidaklah merebah satu nyawa manusia tanpa hak, kecuali pembelaan akan datang bersama komando lantang dari pemilik perisai, Sang Khalifah, pemimpin umat sedunia.
Sang Khalifah akan mengembalikan umat dalam posisi terbaiknya. Menegakkan kembali neraca keadilan. Rindu pun segera tertawarkan. Islam akan menang, sebagaimana yang telah Allah janjikan.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (TQS. An Nur:55)
Wallahu a’lam bish-shawab.
[Fa]