Miris, Tahir (80) dan Nuru (60), pasangan suami istri asal Desa Poni-Poniki, Sulawesi Tenggara, hidup jauh dari kata layak (29/03). Keduanya harus rela mengikat perut saat lapar, sebab tak ada makanan yang bisa disantap. Parahnya, Nuru mengidap epilepsi sejak kecil. Telapak tangan melipat. Setiap 4 hari sekali tubuhnya kejang-kejang didera rasa sakit.

Sungguh potret kehidupan yang memilukan. Satu dari sekian banyak kasus serupa, kasus kemiskinan yang luput dari perhatian penguasa. Ya, sebuah keniscayaan ketika hidup dalam sistem kapitalisme, kebijakan cenderung serba menyulitkan rakyat. Harga naik dan lapangan kerja sulit. Campur tangan asing dan aseng mendikte para pemimpin untuk menggadaikan kekayaan negeri dengan dalih investasi.

Bertolak belakang dengan aturan Islam. Lihat saja pada masa kekhilafahan Umar Bin Abdul Aziz, tidak ada rakyat yang berhak dan mau menerima zakat. Tidak pula ada rakyat yang terbelit hutang sehingga tidak perlu membayar. Penguasa benar-benar melaksanakan fungsi kepengurusan kepada umat. Sehingga, pada masa itu, tidak akan kita dapati ada warga yang mengikat perut karena menahan lapar.

Ummu Uwais
Konawe, Sulawesi Tenggara

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis