Analis PKAD, Agus Kiswantono Komentari Rapor Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf
Reportase – PKAD—“Jadi 2 tahun untuk kepemimpian presiden Joko Widodo dan Ma’ruf amin layaknya menerima rapot. Layaknya evaluasi tahunan. Berarti ada parameter ukuran dan hasil yang akan diterima oleh kedua orang tersebut yaitu presiden dan wakil presiden”, ungkap Agus Kiswantono pada diskusi online PKAD.
Bagaimanapun representasi negara ini yang disematkan kepada presiden dan wakil presiden ini adalah bagian yang wajar. Ada evaluasi tahunan yang akan kita berikan. Insight Ke-91 mengangkat tema “Plus Minus 2 Tahun Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin, Minim Prestasi Atau Penuh Apresiasi?” Jumat (22/10/2021).
Agus Kiswantono, ST., MT, selaku Analis Senior di Pusat Kajian dan Analisis Data-PKAD, bersama dengan narasumber yang lain, seperti Saiful Anam (Pakar Politik Hukum Tata Negara, Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia –PRPHKI) dan Adam Cholil (Jaringan Santri Nusantara-JASIN), hadir dalam pembahasan seputar dua tahun kepemimpinan Jokowi dan Ma’ruf amin.
Selama penyampaian Agus selalu mengatakan bahwa evaluasi tahunan haruslah diterima dengan lapang dada. Sebab hal ini menjadi bahan muhasabah bagi yang pemimpin lama sekaligus pemimpin di masa depan.
“Jika kita evaluasi secara jernih. Ada yang parameter itu memenuhi keinginan dengan indikatornya dan ada paramater-parameter yang itu sangat jauh dari indikator yang baik. Ini harus diterima sebagai evaluasi. Jadi tidak perlu ditutup-tutupi, karena bagaimanapun kepemimpinan ini adalah bagian dari apa yang sudah dilakukan selama 2 tahun kebelakang”, jelasnya.
Ia juga menyayangkan bagaimana kepemimpinan sekarang ini berjalan. Sebab presiden yang sudah menjabat dua periode nampaknya belum memuaskan.
“Perlu ditekankan saat ini. Presidennya kan sudah berpengalaman 5 tahun yang lalu, berarti secara kinerja seharusnya sudah sangat luar biasa terkait dengan yang menjadi catatan-catatan baik yang positif maupun yang negatif”
Jangan sampai kemudian banyaknya evaluasi, kritikan bahkan masukan dari rakyat justru dibalas dengan sikap marah.
“Jadi untuk dinamika dan problematika yang muncul kalau sudah dievaluasi dengan adanya rapot tahunan, ini harusnya kan menerima sebagai catatan-catatan, bukan kalau dievaluasi nanti marah-marah. ini kan aneh. karena ini sebagai satu pijakan agar tahun berikutnya lebih bagus. atau capaiannya itu ada pijakan dari yang kemarin yang kurang bagus menjadi lebih bagus”, tambahnya.
Agus juga menyampaikan bahwa posisi presiden itu keberadaannya mengelolah seluruh potensi yang ada di Indonesia. Menjadi konsekuensi dari terpilihnya para pemimpin yang menjadi rebutan. Maka harus mampu menunjukkan apa yang mereka janjikan dan apa yang mereka lakukan nantinya harus sesuai realisasinya, namun kenyataan sekarang berbeda.
“Tahun 2020 itu sangat luar biasa. Ada UU Omnibuslaw, menjadi satu payung hukum UU sapu jagat, UU tiktok (diketik langsung diketok) sehingga manakala pengetikan dan pengetokan masih ada revisi, ada lembarnya yang tidak sama, ada tambahan-tambahan yang menimbulkan tanda tanya, jadi kontroverisal”, sesalnya.
Saat forum berlangsung Agus menyampaikan bahwa ada dm-dm dari person-person politik yang menyebabkan adanya kegoncangan kebijakan.
“Catatan saya, ini reformasi apa yang diinginkan? Kalau orde baru sentralisasi dikritik menjadi inginnya desentralisasi, sekarang omnibuslaw sentralisasi, prin badan riset inovasi nasional juga gaungan lipi, lapan, itu juga sebenarnya sentralisasi juga. Berarti ini inkonsistensi reformasi”, kritiknya.
Agus juga menambahkan realisasi kepemimpinan sekarang telat terjadi inkonsistensi reformasi “kemudian dikti dengan kemendikbud ristek itu juga di sentralisasi lagi. atau ada juga mentri segala urusan. jadi konsistensi ini kan penting, apa yang kita ucapkan apa yang kita janjikan ini juga menjadi apa yang seharusnya kita lakukan. jangan menjanjikan A , kemudian melakukan deviasi yang menyimpang sampai ke Z” jelasnya.
Sekali lagi Agus mengharapkan evaluasi selama dua tahun kepemimpinan jokowi ma’ruf menjadi hal yang harus diterima. Sehingga dikemudian hari menjadi pelajaran berharga juga untuk pemimpin selanjutnya.
(Hanif Kristianto, Analisis Politik dan Media)
[ry/LM]