Netty Prasetiyani Komisi IX DPR RI: “Kebijakan PCR Jangan Diskriminatif”
Reportase – PKAD—Pelajaran yang sangat berharga bisa diambil dari peristiwa pandemi yang berlangsung hampir dua tahun. Akan ada proses pembelajaran dalam setiap kejadian. Baik itu berupa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan berbagai implementasi dari kebijakan tersebut.
Virus mematikan ini sudah menelan banyak korban. Bukan hanya masyarakat sipil tapi para petugas kesehatan pun turut menjadi korban keganasan virus yang disinyalir berasal dari Wuhan China ini. “Pemerintah mampu memperkecil gep antara harapan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dengan kemampuannya dalam menghadapi pandemi,” papar Netty dalam diskusi PKAD, Senin (25/10/2021).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat sudah mencapai trans level terhadap kebijakan dan progam pandemi yang ditetapkan pemerintah. Sehingga harapannya adalah adanya kedisiplinan dan kepatuhan terhadap prokes dan program vaksinasi.
“Hal ini dikarenakan bangsa ini sudah mengalami berbagai kelangkaan alat medis seperti masker, alat pelindung diri, dan oksigen. Anehnya masih ada program pemerintah yang terkadang harus mengernyitkan dahi untuk bisa memahami maksud dari kebijakan yang telah ditetapkan yang terkadang tanpa ada pemberitahuan kepada masyarakat,”tambahnya.
Salah satu kebijakannya itu adalah kewajiban bagi para penumpang roda transportasi udara untuk melakukan tes PCR yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 459.000,- untuk 1×24 jam. Nah jika ingin lebih cepat lagi harus mengocek saku lebih dalam lagi.
Ini adalah salah satu yang disoroti oleh anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut jangan sampai diskriminatif. “mengapa ada perbedaan antara roda transportasi apapun baik udara, darat dan laut semuanya memungkinkan untuk memicu terjadi kerumunan dan tumpukan masa.” Ucapnya dalam forum diskusi insight yang ke #92.
Diskusi yang mengambil tema, “ Malpraktik Penanganan Wabah dan Motif Permainan Tarif PCR: Kok bisa?” tidak hanya mengundang Dr. Hj. Netty Prasetiyani, M.Si sebagai wakil Ketua Fraksi PKS dan Komis IX DPR RI, ada pula Dr. Suswanta, M.Si dari Akademisi Pengamat Kebijakan Publik dan Syafril Sjofyan sebagai Sekjend Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa.
Lebih lanjut, “Perlu ditekankan juga tidak semua kota di Indonesia memiliki laboratorium lengkap yang bisa menentukan hasil dari PCR. Harga yang mahal ini pun menjadi salah satu dugaan kuat apakan ada motif dibalik ini semu,”sesalnya.
Sehingga pemerintah harus membuktikan bahwa tidak ada motif bisnis dan penumpang gelap yang berada di pesawat PCR ini. Kebijakan ini bisa dibatalkan jika ada rapat dari dewan. Karena selama ini pemerintah dalam menerapkan kebijakan terkadang belum dirapatkan dengan anggota dewan. Jadi, saat muncul vaksinasi berbayar pun, setelah di protes banyak pihak kebijakan akan vaksin yang berbayar pun diurungkan. Inilah yang menjadi salah satu harapan dari Netty agar kebijakan PCR terhadap para penumpang roda transportasi udara bisa dianulir. Sehingga masyarakat bisa tenang untuk bepergian kala kondisi covid yang saat ini terus menurun.
Diakhir pernyataannya Netty mengungkapkan bahwa tidak semua kebijakan pemerintah itu dirapatkan terlebih dahulu dengan para wakil rakyat. Hal ini karena sebagai lembaga eksekutif pemerintah hal ini presiden bisa menetapkan apapun tanpa ada persidangan dahulu.
(Hanif Kritianto, Analisis Politik dan Media).
[ry/LM]