Jeritan Guru Honorer, dalam Sistem Kapitalisme

Oleh: Heriani
(Tim Pena Ideologis Maros)

 

Lensa Media News – Baru-baru ini beredar video di media sosial yang memperlihatkan seorang guru honorer yang telah menginjak usia tua, tengah berjuang untuk mengikuti tes seleksi PPPK 2021. Meskipun kondisi tubuhnya dalam keadaan kurang baik karena usianya yang sudah tidak muda lagi, namun itu tak menurunkan niatnya untuk melakukan tes PPPK demi bisa mengubah nasibnya menjadi lebih baik.

Diketahui, semua itu dilakukan karena merasa kali ini adalah waktu yang tepat, sebab ada secercah harapan dari pak menteri pendidikan, untuk mewujudkan mimpi yang sudah tergantung bertahun-tahun lamanya. Pasalnya, guru honorer yang telah mengabdi selama puluhan tahun dan ikut mencerdaskan generasi bangsa, hanya bisa merasakan kepiluan dengan mendapatkan gaji seadanya sebesar 200-300 ribu per bulan.
Siapapun pasti berpikir bahwa, wajar saja apabila para guru honorer meminta pada pemerintah untuk di beri keringanan dan jaminan untuk mendapatkan kehidupan yang layak, sebagai bentuk penghargaan ataupun kehormatan bagi setiap guru.

Akan tetapi sungguh sangat disayangkan, permohonan dan jeritan para guru honorer demi meraih jaminan hidup, sama sekali tak digubris oleh pemerintah. Bahkan telah nampak bahwa pemerintah seperti sengaja menutup mata dan telinga sehingga tak melihat dan mendengar kesengsaraan yang dialami oleh guru honorer.

Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh para guru honorer, tak lain merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang tak mampu memenuhi kepentingan dan kesejahteraan para guru, melainkan dari itu hanya sebagai biang dari segala permasalahan.

 

Korban Kapitalisme

Perlu diketahui bahwa, sistem kapitalisme adalah akar masalah dari seluruh kesengsaraan dan keterpurukan masyarakat yang terjadi selama ini. Dan kini telah terbukti, sudah begitu banyak korban yang berjatuhan dalam sistem kapitalisme ini, termasuk hak para guru yang dijadikan bulan-bulanan tak mendapatkan hal yang sepatutnya untuk diterima.

Padahal guru adalah seorang pendidik yang sangat berjasa dan memiliki jiwa keikhlasan dalam mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Akan tetapi, sungguh miris pengorbanan guru dalam pandangan pemimpin kapitalisme sama sekali tak dihargai dan tak diberi balasan yang istimewa sesuai dengan apa yang para guru persembahan untuk generasi bangsa.

Hal seperti ini terjadi disebabkan karena, pemimpin dalam sistem kapitalisme cenderung kepada sifat yang penuh dengan keegoisan yakni hanya sibuk memperkaya diri sendiri, tanpa melihat dan mendengar keluh kesah dari rakyatnya.

Oleh karena itu, untuk bisa melihat kehidupan yang terjamin dan sejahtera bagi para guru tentunya harus mengganti sistem kapitalisme ini, dan beralih pada sistem yang mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya termasuk para guru.

 

Islam Memuliakan Guru

Dalam sistem Islam yakni negara khilafah, guru adalah aparatur negara. Jadi dengan itu, tidak akan ada pembeda antara guru PNS atau guru honorer, karena semua guru sama-sama dimuliakan dalam Islam. Selain itu, khilafah memberi penghargaan tinggi terhadap para guru, termasuk memberikan gaji yang tinggi dan memuaskan.

Sejarah telah mencatat bagaimana kesejahteraan dan ketentraman guru selama 14 abad lamanya dalam kepemimpinan khilafah. Seperti pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra., pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak di Madinah sebanyak 15 dinar, jika di konversi ke harga emas, maka bisa setara dengan Rp 51 juta tiap bulan.

Begitupun pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh zujaj pada masa Abbasiyah, yang setiap bulan beliau mendapatkan gaji sebesar 200 dinar, sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar per bulan oleh al-Muqtadir.

Adapula di masa Shalahuddin Al Ayyubi, Syekh Najmuddin al-Khabusyani, misalnya yang menjadi guru di Madrasah al-Shalahiyyah, setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah, jika 1 dinar = 4,25 gram emas, maka 40 dinar = 170 gram emas, bila 1 gram emas harganya Rp800 ribu, maka gaji guru pada saat itu tiap bulannya mencapai Rp136 juta.

Kehebatan khilafah Islam dalam menggaji profesi guru dengan harga yang sangat fantastis ini tak perlu diherankan, karena semua itu diambil dari baitul mal yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos milkiyyah’ammah’.

Dari sini sudah terbukti bahwa, hanya dengan sistem Islam dalam naungan khilafah sajalah yang bisa menyejahterakan guru, sementara kapitalisme hanya menambah penderitaan yang berkepanjangan bagi guru.

Wallahu a’lam bisshawab.

 

[ra/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis