Mengukuhkan Islam Sebagai Solusi Perlindungan Bagi Perempuan dan Anak dari Kekerasan Seksual

Oleh: Novita Darmawan Dewi

(Penulis, Pegiat Komunitas Ibu Ideologis “Tas Bude”) 

 

Lensa Media News – Pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kabupaten Bandung, Rabu (15/09) mengadakan pertemuan dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung.

Pada pertemuan yang dilangsungkan di kantor DP2KBP3A Kabupaten Bandung itu pengurus DPC KAI yang dipimpin Plt Ketua DPD KAI Kabupaten Bandung, Bekti Firmansyah, S.H. serta didampingi dua anggota pengurus lainnya, M Solihin, S.H. dan TB Ating, S.H. menyepakati dibuatnya Nota Kesepahaman (MoU) antara DPC KAI Kabupaten Bandung dengan DP2KBP3A Kabupaten Bandung, terutama terkait penanganan kasus-kasus yang ada hubungannya dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan hak anak di wilayah hukum Kabupaten Bandung. (www.sabakota.id)

 

Salah Mengidentifikasi Masalah

Munculnya kasus-kasus yang ada hubungannya dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan hak anak, seperti pembantaian anak, pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan hingga pemerkosaan disertai dengan kekerasan sudah banyak terjadi, bahkan sudah sampai tahap yang mengkhawatirkan.

Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari-Juli 2021. Angka itu melampaui catatan 2020 yang tercatat 2.400 kasus. Jelas ini adalah kabar yang memilukan, menurut Komisi Nasional Perempuan Indonesia (Komnas Perempuan), masa pandemi menciptakan tantangan baru bagi korban kekerasan dalam keluarga untuk mencari keadilan.

Pelayanan dari institusi yang memberi pendampingan bagi korban juga terbatas saat pandemi. Korban “terjebak” di dalam rumah bersama pelaku dan menanggung berbagai ancaman.

Isu ini tentu tak dilewatkan para pejuang feminis untuk menggulirkan isu disparitas gender. Pejuang kesetaraan gender yang memang mengasosiasikan rumah tangga sebagai salah satu sumber diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan, kembali mendapat momentum untuk terus menyuarakan pembebasan kaum perempuan dan anak.

Bukannya menawarkan solusi bagaimana selayaknya relasi antar anggota keluarga yang mampu mewujudkan kehidupan keluarga yang harmonis, mereka justru menuding superioritas laki-laki di tengah-tengah keluarga sebagai biang kekerasan seksual.

Cara berpikir seperti ini, terang saja menunjukkan kekacauan berpikir feminis. Ada kontradiksi yang sangat jelas antara tuntutan mereka dan realitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Lantas, bagaimana Islam melindungi perempuan dan anak dari pemerkosaan dalam institusi keluarga?

 

lslam Melindungi Anak dan Perempuan

Kontradiksi antara tuntutan dan realitas dalam frame berpikir feminis di atas tak lain diakibatkan pola berpikir sekuler yang menempatkan kebebasan individu di atas segalanya.

Di satu sisi mereka menginginkan agar perempuan dan anak bebas dari kekerasan seksual, namun di sisi lain mereka juga mengkampanyekan kebebasan individu yang memicu bangkitnya naluri seksual.

Hal ini berdampak pula pada tuntutan mereka ke negara sebagai pembuat regulasi. Mereka menuntut keadilan dan kesetaraan gender dengan logika bahwa jika kesetaraan gender ini terwujud, secara otomatis akan mereduksi kekerasan seksual pada perempuan dan anak.

Untuk menangani masalah seksualitas dalam institusi keluarga, negara wajib hadir untuk menjalankan hukum yang jelas dan tegas. Menghukum pelaku pelecehan seksual, pemerkosaan, dan sejenisnya dengan hukuman setimpal sesuai syariat Islam.

Negara juga wajib mengawasi pemilik media untuk tidak menyebarkan konten yang berisi hal-hal yang membangkitkan naluri seksual dan akan menindak tegas jika melanggar syariat.

Dengan demikian Islam menjadi satu-satunya sistem yang memberikan kepastian perlindungan bagi perempuan dan anak dari kekerasan seksual dalam institusi keluarga.

Wallahu a’lam.

 

[ra/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis