Kebijakan Atasi Wabah, Tak Bisa Setengah-Setengah

Lebaran tahun ini adalah lebaran kedua di tengah wabah. Tradisi di masa lebaran kembali tak bisa dilakukan, salah satunya adalah mudik ke kampung halaman, untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Aturan ini berlaku mulai tanggal 6-17 Mei 2021. Bahkan, diperketat dengan Adendum Surat Edaran No. 13 Tahun 2021, sehingga larangan mudik dimulai 22 April-24 Mei 2021. Seolah sudah jengah dengan kondisi yang terjadi, banyak yang memilih untuk menyiasati larangan ini dengan mencuri start mudik lebih awal.

Bagaimana masyarakat tidak jengah jika aturan yang diterapkan setengah-setengah? Di tengah larangan mudik, masyarakat dikejutkan dengan kedatangan 85 warga China dengan pesawat sewaan dan 454 warga India. Padahal saat ini India sedang mengalami “tsunami Covid-19” dan mutasi Covid varian B1617 dengan korban meninggal lebih dari 222.000 orang.

Selain itu, arahan dari pejabat juga kontra produktif dengan langkah penyelesaian Covid-19. Seperti Menparekraf, Sandiaga Uno yang mengajak masyarakat untuk mengunjungi destinasi wisata lokal. Bukankah hal ini bisa memicu kerumunan dan interaksi manusia yang memungkinkan menjadi sarana bertambahnya angka penderita Covid-19? Sedangkan di sisi yang lain, sekolah yang dibutuhkan generasi bangsa, belum bisa berjalan normal.

Jika ingin wabah ini segera selesai, memang tak bisa mengandalkan kebijakan setengah-setengah. Hanya saja, memihak pada pengusaha tanpa memperhatikan keselamatan warga. Inilah yang menjadi ciri penerapan sistem kapitalisme. Seharusnya penutupan pintu-pintu perbatasan tetap dilakukan sampai wabah terselesaikan. Segala upaya penghentian penyebaran Covid-19 dilakukan dengan tegas. Pemenuhan kebutuhan masyarakat juga menjadi tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Bukan sekadar menghimbau masyarakat mengurangi mobilitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tapi abai akan kesulitannya.

Retno Hanifah
Batam

[LM/Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis