Kekerasan Anak, Kapankah Berakhir?
Di masa pandemi sekarang ini sungguh membawa dampak yang multidimensi hingga pada level rumah tangga. Kasus kekerasan pada anak menjadi dampak yang banyak terjadi selama pandemi. Terlebih lagi kasus kekerasan seksual.
“Sampai bulan Oktober ini ada 72 kasus, 45 diantaranya kasus kekerasan seksual pada anak,” kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinsos P3A Kulonprogo, Woro Kandini, (iNewsYogya.id, 12/11).
Sungguh realita yang menyayat hati, rusaknya tatanan kehidupan dalam keluarga menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak malah membawa petaka. Dengan alasan ekonomi, kebebasan dan juga rusaknya pengawasan sosial membuat anak-anak tak luput dari tindak kekerasan. Sungguh disayangkan pelakunya justru berasal dari orang terdekat korban, kerabat bahkan orangtuanya sendiri.
Peran keluarga, lingkungan dan negara dalam sistem kapitalis tidak bisa berfungsi dengan baik. Kasus kekerasan pada anak menjadi permasalahan yang berkepanjangan dan tak kunjung teratasi. Lemahnya peran negara menjadi salah satu indikasinya. Sehingga, upaya penyelesaian biasanya datang dari lembaga-lembaga sosial yang peduli pada generasi saja atau hanya cukup dilaporkan kepada pihak yang berwajib.
Jaminan keamanan bagi anak-anak menjadi tanggung jawab negara. Jika negara mampu tegas dalam penerapan hukum kepada para pelaku kekerasan serta dapat membuat kebijakan yang dapat melindungi rakyatnya, maka segala bentuk kekerasan tidak sampai menimpa anak-anak. Sejatinya hanya dengan sistem Islamlah semua dapat terwujud. Sistem Islam dalam institusi Khilafah memuat aturan Islam yang sempurna dan sudah terbukti mampu menyelesaikan segala problematika.
Rien Ariyanti S. P.,
(Kulonprogo)
[hw/LM]