Kegagalan Pembangunan Kapitalistik, Mengamputasi Hak Pendidikan di Masa Pandemi
Oleh : Dewi Royani, MH
Lensa Media News – Kebijakan social distancing di masa pandemi berpengaruh terhadap roda kehidupan manusia. Sektor ekonomi adalah yang paling terasa dampaknya karena menyentuh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini memaksa setiap pihak melakukan penyesuaian tak terkecuali bidang pendidikan. Sebagai langkah memutus rantai penyebaran virus corona di bidang pendidikan, pemerintah mengambil kebijakan meliburkan atau memindahkan proses pembelajaran sekolah menjadi pembelajaran daring di rumah. Kebijakan ini membuat kelimpungan banyak pihak. Pada akhirnya memunculkan masalah baru.
Pembelajaran daring kenyataannya tidak mudah dilakukan di Indonesia. Banyak keterbatasan dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Mulai dari ketidaksiapan stakeholder sekolah. Banyak guru yang memiliki keterbatasan dari sisi akses maupun pemanfaatan gawai yang dimiliki. Bagi guru yang melek teknologi, pembelajaran daring tentu tidak menjadi masalah. Sebaliknya bagi guru yang masih gagap teknologi hal ini menjadi masalah. Di kalangan siswa pun, masih banyak siswa yang tidak memiliki fasilitas untuk melaksanakan pembelajaran daring. Bisa jadi handphone masih menjadi barang mewah bagi siswa dari kalangan ekonomi tidak mampu. Akibatnya siswa yang tidak memiliki fasilitas daring tidak dapat mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, pembelajaran daring terkendala dengan sinyal internet yang tidak stabil dan kuota data yang mahal. Sebagaimana diketahui, jaringan internet di Indonesia belum dinikmati secara merata oleh masyarakat. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan agak menyulitkan pembangunan infrastruktur komunikasi karena kabel optik dibangun lewat jalur laut. Imbasnya, layanan internet di Indonesia bagian Barat dan Timur belum merata.
Ironis, padahal selama ini pemerintah tengah gencar melaksanakan proyek-proyek infrastruktur. Sungguh disayangkan pembangunan infrastruktur besar-besaran tidak mampu memberikan manfaat untuk pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Sulitnya akses internet dan listrik salah satu bukti pembangunan infrastruktur saat ini tidak memberi manfaat untuk masyarakat.
Apabila kita telaah pembangunan infrastruktur yang digencarkan saat ini sejatinya adalah pembangunan yang bersifat kapitalistik. Pembangunan hanya dilaksanakan untuk kepentingan para kapitalis pemilik modal. Contohnya pembangunan jalan tol Trans Java. Setelah pembangunannya rampung, dijual oleh PT Waskita kepada asing dengan meraup keuntungan 2,5 T (Inews.id, 18/12/2019).
Mengapa hal ini dapat terjadi? Penyebabnya karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini menjadikan kepentingan korporasi di atas segalanya sehingga melibas semua yang berkaitan dengan kepentingan rakyat. Dalam lingkaran sistem ini, penguasa bekerja untuk memenuhi kepentingan pengusaha dalam menghasilkan laba sebesar-besarnya. Akibatnya, pembangunan infrastruktur didasarkan pada kepentingan pengusaha dan korporasi. Sehingga begitu banyak pembanguan yang memakan dana besar, namun tidak berpengaruh dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Berbeda dengan sistem Islam atau Khilafah, negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan menempatkannya sebagai prioritas pembangunan dalam kondisi apa pun. Kemaslahatan agama dan dunia terwujud di dalam naungan Khilafah dengan menerapkan syariah. Dengan syariah pula, seluruh kemaslahatan rakyat, baik muslim maupun non muslim, terwujud dengan sempurna. Dengan syariah, negara bisa memenuhi kebutuhan primer rakyatnya, yaitu kesehatan, pendidikan dan keamanan. Jaminan ini berlaku bagi seluruh rakyat bukan hanya untuk yang miskin, sementara yang kaya tidak. Semua warga negara mendapatkan jaminan yang sama.
Pendanaan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan yang gratis diperoleh dari pendapatan negara, baik yang bersumber dari kekayaan milik umum, seperti tambang emas, batubara, minyak dan gas, maupun kekayaan milik negara, seperti kharaj, fa’i dan lain-lain. Negara Khilafah merupakan satu-satunya institusi yang bertugas dan diberi tanggung jawab untuk mengurus seluruh urusan rakyat, sebagaimana yang dititahkan dalam nash syariah. Oleh karena itu, Khilafah bertanggung jawab penuh untuk mengurus dan menyelesaikan semuanya.
Wallahua’lambishshawab.
[lnr/LM]