Salam Pancasila, Salam Islamophobia
Oleh : Uqy~Chan
(Komunitas Penulis, Jombang)
LensaMediaNews – Bukan viral namanya jika tak menjadi pembicaraan publik. Kali ini yang diangkat menjadi viral bukan pula untuk kali pertama. Yaitu agama Islam. Fatalnya, hal ini menyangkut akidah Muslim yaitu wacana mengucapkan assalamualaikum menjadi salam Pancasila, yang diucapkan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi. Usulnya adalah mengganti assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh dengan salam pancasila (wartaekonomi.co.id, 8/3/2020).
Salam yang tak lucu ini dianggap sebagai bentuk keragaman beragama. Yudian mengatakan, assalamualaikum diucapkan secara total sejak era reformasi tanpa pandang agama. Kini, salam justru dilengkapi supaya genap dengan nuansa lima atau enam agama. Menurutnya, ini justru menjadi masalah baru. Yudian kemudian sepakat dengan ide salam pancasila (wartaekonomi.co.id, 8/3/2020).
Tidak aneh, bila ide salam pancasila ini muncul dalam sistem demokrasi. Sebab, demokrasi menganut empat kebebasan, diantaranya kebebasan beragama, kebebasan individu, kebebasan berperilaku dan kebebasan berpendapat. Dalam kebebasan berpendapat tak lagi memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan.
Berbagai wacana dan kebijakan lebih berpijak pada manfaat, merugikan bagi sebagian yang lain. Dalam hal ini, wacana mengganti assalamualaikum dengan salam pancasila adalah salah satunya. Bagi orang muslim, assalamulaikum merupakan kata yang memiliki makna mendalam. Bukan sekedar kata atau ucapan. Melainkan panjatan doa. Malaikat saja ketika bertemu Rasulullah saw mengucapkan assalamualaikum.
Hal ini merupakan tuntunan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW baik kepada muslim yang munafiq, fasiq, ataupun dzalim. Alias bukan sekadar ucapan tanpa makna. Karenanya, jika kemudian diganti dengan salam pancasila maka bagaimana mungkin seorang Muslim bisa selamat dan masuk surga? Sementara di surga pun malaikat mengucapkan assalamualaikum pada penghuni surga lalu layakkah diganti dengan salam atau embel-embel yang lain?
Adapun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memiliki keinginan mengganti assalamulaikum dengan salam pancasila maka hal ini sama saja dengan mempermainkan ucapan salam. Apalagi dalam perkara akidah yang diyakini. Hisab Allah tak luput terhadap segala ucapan. Di sisi lain, penyebutan salam pancasila atau yang lainnya hanya akan memperkeruh suasana kerukunan beragama. Sebab sejatinya masing-masing agama memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Jika hal ini dipaksakan agar sesuai dengan keberagaman sesuai standar sekulerisme, maka status agama menjadi tersingkirkan. Inilah sebagai akibat dari penerapan demokrasi yang menganut asas sekulerisme. Yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Dalih keberagaman disatukan dalam bentuk salam pancasila. Padahal hakikinya kesatuan umat beragama bukan dibentuk melalui salam. Akan tetapi melalui pemahaman pentingnya umat bersatu dalam aturan yang mampu membawa pada keberagaman yang hakiki.
Islam merupakan ajaran yang murni bersumber dari Dzat Yang Maha Menciptakan. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan keberagaman bukan untuk mencampur adukkan antara haq dan yang batil. Kini sangat ironi, Islam telah banyak mengalami metamorfosa menuju ke arah moderasi. Artinya, Islam yang murni seperti apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah mengalami perubahan, misal dari sikap, yaitu penuh toleransi dan kompromi. Ajaran Islam diobok-obok pemikirannya agar sepadan dengan cara berfikir moderasi.
Maka salah kaprah jika ada kalangan yang menganggap umat Islam menjadi sumber masalah keragaman. Adanya moderasi Islam, sejatinya bukan menambah ketaatan namun menjauhkan pemeluknya pada ajaran Islam yang murni sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Apa yang dilakukan oleh pegiat moderasi Islam perlu diwaspadai. Sebab dibalik salam pancasila merupakan efek dari Islamophobia (ketakutan pada Islam) yang menggejala. Maka salam pancasila tak ubahnya salam Islamophobia. Menganggap Islam sebagai ancaman merupakan upaya sistematis menjauhkan muslim dari ketaatan terhadap agamanya.
Kemudian menggantinya dengan identitas liberal. Jika kondisi ini dibiarkan, akidah seorang muslim menjadi rusak. Tentunya sebagai seorang muslim tidak menginginkan hal ini terjadi terutama bagi generasi yang akan datang.
Oleh sebab itu, harus disyiarkan bahwa Islam bukan sekedar agama namun sebuah ideologi (pedoman hidup). Islam memiliki seperangkat aturan untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara. Ialah Syariat Islam. Islam diterapkan bukan untuk kalangan umat Islam saja akan tetapi untuk semua umat.
Islam mencetak individu yang bertakwa. Keimanan menjadi rujukan dalam setiap aktivitas. Halal, haram dan rida Allah menjadi parameter dalam bertingkah laku maupun berpendapat. Perbuatan yang dapat mengaburkan akidah sedini mungkin dicegah agar tak menimbulkan pertentangan di masyarakat.
Sebab, masyarakat Islam tak lepas dari amar ma’ruf nahiy munkar. Senantiasa mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan demikian, tak ada pembiaran pendapat yang merusak keyakinan terhadap agama Islam.
Wallahu a’lam bish showab.
[ry/LM]