Kerugian Dibalik Status Negara Maju
Oleh: Dien Kamilatunnisa
LensaMediaNews – Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat baru saja mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang. Dengan begitu Indonesia akan menjadi negara maju. Selain Indonesia, predikat negara maju disematkan kepada beberapa negara lainnya, seperti Brasil, India, Cina, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, hingga Vietnam (Kumparan.com, 23/02/2020).
Negara maju memiliki beberapa tolak ukur diantaranya tingkat pendapatan bruto perkapita dan nasional yang tinggi, infrastruktur modern dan kompleks, tingkat industrialisasi yang tinggi, dan taraf standar hidup yang canggih. Beberapa negara yang dikategorikan maju diantaranya Australia, Belanda, Amerika Serikat, Jerman, dan lain-lain.
Apakah gelar negara maju membawa angin segar bagi negara Indonesia? Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, pengaruh besar untuk Indonesia adalah dikeluarkannya Indonesia sebagai negara penerima fasilitas Generalized System of Preferences atau GSP.
Dia melihat selama ini banyak pelaku usaha menikmati fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS melalui GSP. “GSP ini diberikan pada negara berkembang dan miskin, kalau Indonesia tidak masuk GSP lagi kita akan kehilangan daya saing pada ribuan jenis produk,” katanya.
Bhima memperkirakan ekspor ke pasar AS terancam menurun khususnya sektor tekstil dan pakaian jadi. Ujungnya akan memperlebar defisit neraca dagang setelah sebelumnya pada Januari 2020 defisit mencapai US$ 864 juta (Tempo.co, 22/02/2020).
Karena itu, dengan berubahnya status Indonesia menjadi negara maju ternyata membawa kerugian. Bahkan presiden Amerika Serikat dinilai frustasi karena WTO memberikan perlakuan khusus terhadap negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional. WTO adalah sebuah organisasi internasional yang menaungi upaya untuk meliberalisasi perdagangan. Organisasi ini didirikan pada 1 Januari 1995 dengan tujuan untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya, yang diharapkan akan memajukan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Namun pada faktanya, WTO menjadi alat legitimasi Amerika Serikat dalam hegemoni perdagangan global. Kritik bermunculan dari kalangan ekonom negara berkembang, tentang apakah tata kelola perdagangan dunia sudah memihak pada kelompok ekonomi rendah atau sebaliknya. Disamping itu, perdebatan mengenai standar produk yang akan masuk ke sebuah negara selalu muncul. Ironisnya, standar dan tarif ini seringkali diimplementasikan sebagai alat untuk mengatur arus perdagangan.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perusahaan dari negara-negara maju pun tidak menjalankan standar dengan baik. Banyak penyelewengan, meskipun mereka telah memperoleh label standar. Namun mereka menjadikan standar ini sebagai alasan untuk menekan harga produk dari negara berkembang atau membatasi barang masuk agar tidak merusak pasar harga dalam negeri. Mudahnya, standar dan tarif adalah alat proteksionisme ekonomi modern dari negara maju untuk menstabilkan pasar domestik mereka. Jelas, praktik semacam ini merugikan negara berkembang. Mereka yang telah maju akan semakin kuat, dan mereka yang baru berkembang akan sulit bersaing (Detik.com, 05/12/2012).
Oleh karena itu, penyematan Indonesia sebagai negara maju merupakan jebakan. Barang-barang ekspor Indonesia yang notabene kebanyakan barang mentah atau setengah jadi akan dikenakan bea masuk yang tinggi. Akibatnya, produk Indonesia bisa kalah saing dengan produk dari negara lain yang secara harga lebih murah. Inilah strategi jahat negara-negara maju kapitalis sekuler untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melalui perdagangan bebas.
Keberadaan perdagangan bebas dunia sebagai produk sistem sekulerisme-kapitalisme sangat merugikan dunia. Sudah saatnya sistem tersebut ditinggalkan karena tidak sesuai dengan fitrah dan menentramkan jiwa. Kesejahteraan pun tidak akan terwujud, karena sistemnya berpihak pada kelompok bermodal semata. Berbeda dengan sistem Islam yang mengutamakan kesejahteraan bagi masyarakat. Sistem yang berasal dari Allah Swt. sebagai pencipta dan pengatur manusia.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]