Waspada Liberalisasi Beragama sebagai Bentuk Toleransi
Oleh : Asha Tridayana
LensaMediaNews – Saat ini kita sering mendengar istilah toleransi, didengungkan di berbagai lapisan masyarakat. Tak terkecuali para pejabat negara. Berulang kali mengajak publik untuk bertoleransi. Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, tersiar kabar jika pemerintah akan membangun terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral sebagai bentuk toleransi.
Dilansir dari republika.co.id (07/02/20) bahwa Wakil Kepala Humas Masjid Istiqlal Abu Hurairah mengatakan, ikon toleransi di Indonesia memang diperlukan. Pelaksanaan renovasi Masjid Istiqlal memang telah dimulai sejak 6 Mei 2019 lalu, namun untuk pembangunan proyek terowongan yang akan dinamai Terowongan Silaturrahim ini masih dalam tahap kajian.
Abu juga menjelaskan, saat ini pihak Masjid Istiqlal sangat mendukung pernyataan Presiden Jokowi dan bakal menindaklanjutinya dengan menggandeng elemen-elemen berbeda.
Apakah harus demikian wujud toleransi? Ataukah hal ini hanya sekedar pencitraan agar pemerintah terlihat peduli dengan umat? Karena seharusnya pemerintah lebih memperhatikan aspek lain yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan menyangkut kelangsungan hidup masyarakat, baik pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain.
Selain itu, sikap pemerintah yang mengatasnamakan toleransi justru sering kali intoleran terhadap umat Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini. Sebenarnya apa makna toleransi yang dimaksud?
Sedangkan sejauh yang kita tahu justru pemerintah sendiri yang tidak bertoleransi. Islam tak pernah lepas dari framing negatif, yang terus disudutkan setiap kali terjadi peristiwa yang dianggap merugikan pemerintah. Ajaran-ajaran Islam dianggap radikal, khilafah dan jihad dialihkan menjadi sekedar pelajaran sejarah.
Belum lagi, peristiwa pengrusakan masjid, penghinaan kepada Rasulullah saw dimana pelaku tidak ada kejelasan hukum atas tindakan yang dilakukan, ulama-ulama yang mengajarkan Islam kaffah dengan mudah dipersekusi dan masih banyak sederet peristiwa lainnya. Padahal kita tau pasti jika Islam selalu menjunjung tinggi toleransi bahkan kepada umat selain Islam.
Lantas kenapa hal ini bisa terjadi, jelas karena Islam selalu mengungkap kebenaran dan menerapkan syariat Islam di segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, bagi mereka yang merasa dirugikan atas hal tersebut akan dengan mudah mencap Islam sebagai agama intoleran.
Adanya pembangunan terowongan tersebut sebagai ikon toleransi tak lepas dari proyek liberalisasi beragama yang secara terang-terangan dilakukan pemerintah. Di satu sisi menganggap Islam intoleran, di sisi lain seolah pemerintah menjadi paling toleransi sampai-sampai berupaya membangun sarana penghubung dua tempat peribadatan.
Kemudian masyarakat diajak beranggapan bahwa yang dilakukan pemerintah ini sesuatu yang patut didukung. Sedangkan tanpa disadari syariat Islam semakin dijauhkan dari kehidupan umat. Kebijakan demi kebijakan dibuat dalam rangka kampanye pluralisme beragama. Sehingga semakin lama dapat menyesatkan umat Islam dengan pencampuradukan antara yang haq dan bathil.
Adanya liberalisasi beragama menyebabkan masyarakat bebas berbuat tanpa aturan yang mengikat. Sehingga jelas mengancam akidah Islam yang semestinya menjadi pondasi kehidupan setiap muslim.
Sesungguhnya jika kita mengkaji kembali Islam, hal toleransi telah dijelaskan dan berbagai teladan telah dicontohkan Rasulullah saw. Tanpa harus membenturkan syariat Islam dengan keadaan, bahkan sampai mencederainya dengan adanya liberalisasi beragama yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Allah swt pun telah berfirman, ” Tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9).
Dalam ayat ini Islam mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik kepada siapa saja selama tidak menyangkut urusan agama. Seperti halnya kita diajarkan untuk menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit sekalipun non muslim.
Kemudian tetap menjalin hubungan baik pada orang tua maupun saudara non muslim. Bahkan Islam pun membolehkan memberi hadiah pada non muslim dalam rangka mendakwahi mereka. Toleransi yang diajarkan Islam dalam bentuk menghargai segala aktivitas peribadatan dan hari raya mereka tanpa ikut campur atau mengusiknya.
Hal ini sungguh bertolak belakang dengan tudingan-tudingan yang selama ini menyudutkan Islam yang dianggap intoleran. Oleh karena itu, sudah semestinya kita kembali menerapkan Islam dalam setiap sendi kehidupan. Hanya dengan syariat Islam kerukunan dan toleransi antar umat dapat terwujud sekalipun terdapat banyak perbedaan. Dan telah terbukti lebih dari 14 abad lamanya, syariat Islam menaungi seluruh umat tanpa terkecuali.
Wallahu’alam bish showwab
[ry/LM]