Indonesia Darurat Zina, Islam Punya Solusinya
Oleh: Umi Diwanti
LensaMediaNews— Setelah sebelumnya pemerintah kota menghimbau hotel dan penginapan untuk selektif menerima pelanggan jelang hari Valentine. Jumat pagi tepat di tanggal perayaan Valentine, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Banjarmasin melakukan razia dan berhasil mengamankan 28 pasangan perkawinan tak resmi dari beberapa hotel dan penginapan di Banjarmasin. (jejakrekam.com, 14/2/2020)
Sungguh mengerikan, Banjarmasin yang merupakan wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dikenal agamis saja seperti ini kondisinya. Bagaimana yang di luar Kalsel? Belum lagi yang tidak ikut terciduk atau yang melakukannya tidak di penginapan? Bisa saja di indekos, atau di mana saja. Pastinya jauh lebih banyak.
Sungguh sangat nyata bahwa negara kita darurat zina. Jika zina yang merupakan dosa sangat besar ini saja bertebaran di mana-mana, apalagi dosa-dosa lainnya. Dan wajar jika bala musibah silih berganti bertamu ke negeri ini. Hal ini sudah diperingatkan oleh Rasulullah saw.
“Apabila perbuatan zina dan riba sudah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah rela terhadap datangnya adzab Allah untuk diri mereka.” (HR. Hakim)
Zina adalah aktivitas penyaluran naluri seksual terhadap orang yang tidak halal baginya. Aktivitas yang menjadi kebiasaan manusia Jahiliyah semasa Islam belum diturunkan. Dan sekarang hal ini kembali terjadi, bahkan di negeri yang penduduknya mayoritas muslim.
Karena saat ini sudah hampir tidak ada bedanya antara negeri muslim dan bukan kecuali dalam sedikit urusan seperti ibadah, nikah dan penyelenggaraan jenazah. Dalam kehidupan lainnya terlebih interaksi sosial masyarakat, sama-sama tidak menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan umum.
Sistem pendidikan yang tidak berlandaskan Islam gagal menciptakan output yang pandai menghamba pada Tuhannya. Malahan kebanyakan mereka cenderung menghamba pada syahwat dunia. Entah itu harta, tahta atau wanita.
Selain itu, dalam sistem pendidikan hari ini juga sangat minim informasi cara pergaulan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan kecuali dalam urusan tertentu yang diperbolehkan. Jadilah laki-laki dan perempuan hari ini bercampur baur dan ini jelas akan menimbulkan rangsangan-rangsangan yang membangkitkan syahwat.
Hal ini diperparah dengan kebebasan media. Pornografi dan pornoaksi ada di mana-mana. Sementara pemahaman agama sangat minim. Jadilah manusia menyalurkan syahwat semau mereka. Tak peduli aturan syariat. Bahkan sebagian orang hari ini menganggap zina sebagai pembuktian cinta. Terbukti bagaimana kasus ini merebak di setiap perayaan Valentin Day yang diklaim sebagai hari cinta dan kasih sayang.
Satu hal lagi yang membuat zina sulit dibasmi adalah hukuman yang diberikan sama sekali tidak menjerakan. Bahkan menurut perundangan yang berlaku, zina ini masuk delik aduan. Jika suka sama suka atau tak ada yang mengadukan tak ada hukuman yang bisa dijatuhkan.
Karenanya jangan heran jika ada yang bilang, di negara Barat yang serba bebas kasus kejahatan seksualnya malah rendah. Ya wajar saja karena mereka rata-rata melakukan perzinahan atas dasar suka sama suka. Jadi bukan karena zinanya yang rendah melainkan mereka sudah menganggap zina bukan lagi kejahatan seksual. Biasa saja, tidak perlu dilaporkan. Maka tak akan tercatat sebagai kasus kejahatan seksual.
Dan jika pun diperkarakan dan akhirnya dijatuhi hukuman, maka seperti yang sudah-sudah, hukumannya sama sekali tak membuat jera. Berbeda dengan hukuman dalam Islam. Yakni dicambuk 100 kali untuk yang belum pernah menikah dan dirajam (dikubur hingga tertinggal kepala, lalu dilempari batu hingga mati) bagi yang sudah pernah menikah.
Hanya saja sebelum hukuman itu dijatuhkan Islam punya support system yang ampuh menghindarkan umatnya dari perzinahan.
Pertama, pembentukan ketaqwaan baik melalui jalur keluarga dengan mewajibkan orangtua sebagai pendidik utama dan pertama setiap anaknya. Maupun melalui jalur pendidikan yang mewajibkan penanaman konsep aqidah dan pengenalan syariah secara matang di pendidikan dasar. Hasilnya setiap manusia sangat paham bagaimana seharusnya berinteraksi dengan lawan jenis.
Kedua, pembentukan lingkungan yang kondusif dengan pemisahan kehidupan laki-laki dan perempuan di tempat-tempat umum. Sekolahan, pengobatan dan kantor-kantor akan di-setting terpisah antara jamaah laki-laki dan perempuan layaknya di Mesjid.
Sepanjang penerapan aturan Islam semua dipisah kecuali pasar dan berhaji. Bahkan ada pemandian khusus perempuan dan laki-laki sebagai bukti negara sangat memfasilitasi pemisahan kehidupan laki-laki dan perempuan.
Islam juga mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar pada setiap warga negaranya. Jika ada terlihat sedikit saja penyimpangan pergaulan masing-masing saling mengingatkan sehingga tidak terlanjur jauh. Sebab Allah melarang bukan hanya zinanya tapi segala hal yang bisa menghantarkan padanya.
“Dan Janganlah Kalian Mendekati Zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra [17]: 32)
Ketiga, memudahkan pernikahan. Negara di dalam Islam adalah pelayan yang senantiasa memudahkan urusan rakyatnya. Termasuk urusan pernikahan. Jika ada yang terkendala negara akan membantu.
Sebagaimana saat pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berkeliling untuk mencari para pemuda yang siap nikah namun terkendala dana. Negara memberikan bantuan untuk semua yang diperlukan dalam pernikahan. Termasuk kemampuan si laki-laki untuk menanggung nafkah keluarganya nanti.
Saat semua celah yang menghantarkan pada cara haram penyaluran naluri seksual ditutup. Dan penyaluran melalui cara halal dimudahkan semudah mudahnya, tentu saja angka perzinaan sangat bisa dikendalikan.
Jika pun ada pastilah sangat minim. Dan inilah yang nantinya dijatuhi sanksi cambuk dan rajam. Saat sanksi itu dipertontonkan maka sangat efektif memberikan efek jera sebagai pencegahan.
Demikianlah Islam mampu memelihara umat manusia dari dosa besar dan keburukan zina. Bila saja Islam diterapkan secara paripurna dalam seluruh tatanan kehidupan manusia. Biidznillah. [RA/LM]