Agar “Kabur” Tak Lagi Dianggap Solusi

Oleh: Shafayasmin Salsabila
MIMم_Muslimah Indramayu Menulis
LenSaMediaNews.com__Cemas, negeri kita tidak sedang baik-baik saja. Seiring dengan mencuatnya tagar viral “KaburAjaDulu”, nasib bangsa ke depannya diterawang akan kian pilu. Berawal dari kegelisahan banyak anak muda terkait keberlanjutan studi, sulitnya meniti karir, atau sekadar mendapatkan pekerjaan dengan upah layak.
Gayung pun bersambut dengan derasnya tawaran beasiswa dan pekerjaan ke luar negeri. Semakin panas dengan buncahan rasa “puas” yang diungkap oleh warganet setelah move on hidup di luar negeri. Gaji yang besar, mudahnya akses pendidikan, mendapat jaminan kualitas hidup, serta merasa kemampuannya lebih dihargai, menjadi “iklan” tersendiri di mata anak muda lain yang merasa hopeless dan burnout dengan realitas. Dipenuhi kesenjangan, ketidakadilan, serta tradisi “wanita piro” yang membuat lelah hati dan dompet.
Hal ini menambah gairah anak muda untuk uji nyali merantau ke negara-negara maju. Seperti Hong Kong, Taiwan, Malaysia Jepang, Singapura, hingga ke Hungaria, Slovakia, Rumania. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melaporkan di tahun 2024 ada 297.434 pekerja asal Indonesia di seluruh dunia (detik.com, 15-2-2025).
Sedang dikutip dari Kompas.id (4-12-2024), ada 100.000 orang lebih telah mengikuti acara Study and Work Abroad Festival Juli-Agustus 2024. Ajang tersebut memberikan informasi beasiswa ke luar negeri. Data lain yang tak kalah mencengangkan dirilis oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. Di mana, sejak tahun 2019 sampai 2022, terdapat 3.912 WNI usia 25-35 tahun, telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Ngeri-ngeri tak sedap, tentunya. Indonesia yang digadang-gadang akan mendapatkan bonus demografi di tahun 2045, bisa zonk.
Masalah Inti
Sejatinya kesenjangan makin menganga, mahalnya pendidikan, sulitnya akses berkarir tanpa uang dan ordal (orang dalam), sampai hasrat menggebu untuk memilih meninggalkan dan kabur, hanyalah efek samping yang muncul dari penerapan sistem ekonomi, khususnya dan sistem kehidupan, umumnya, berdasar prinsip kapitalisme.
Pandangan hidup kapitalisme ini, meletakkan asas manfaat/keuntungan di atas segala-galanya. Dilahirkan oleh akidah sekuler, sehingga meniadakan peran Sang Pencipta di dalam penyelenggaraan kehidupan tiap individu, masyarakat, apalagi negara. Ketika negara menjadikan kapitalisme sebagai ruh dalam semua kebijakannya, maka kesejahteraan hanya akan menjadi isapan jempol.
Mari kita lihat, hampir sebagian besar SDA dikuasai oleh korporasi swasta/asing. Lari ke mana keuntungannya? Tentu bukan ke kantong rakyat. Tak aneh, jika dalam sistem ini yang kaya semakin kaya, sedang yang miskin semakin dimiskinkan. Cara pandang kapitalis pun telah mengubah wajah pendidikan menjadi sayu. Silakan dihitung berapa banyak uang yang dihabiskan untuk bisa sampai ke jenjang sarjana, apalagi sampai menyandang gelar doktor. Setiap sendi penyelenggaraan kemaslahatan umat dibandrol harga. Tanpa uang, janganlah berharap mendapat kemudahan.
Kesejahteraan itu Buah
Viralnya #KaburAjaDulu, sejatinya menampakkan dengan jelas kekecewaan anak muda, serta bukti tak terbantahkan gagalnya sistem ekonomi kapitalis dalam menyajikan kesejahteraan, meski hanya secangkir kebahagiaan. Padahal jika ditelisik dengan saksama, kesejahteraan sejati hanyalah buah dari kepatuhan. Lebih tepatnya kepatuhan makhluk kepada penciptanya.
Di sinilah, Islam hadir membeberkan secara lugas, konsep mendasar dan fundamental. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani telah menjelaskan bahwa Islam tak hanya sekadar akidah ruhiyyah (seputar masalah akhirat berupa ibadah), namun juga memiliki akidah siyasiyyah. Yakni, serangkaian pandangan hidup khas seputar pengaturan kehidupan di dunia. Mencakup segala interaksi manusia, termasuk soal pemerintahan dan sistem ekonominya.
Islam telah menetapkan penguasa sebagai raa-in, atau pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, melayani dan mengatasi segala problem dengan dilandasi niat untuk mengabdi kepada Allah. Maka kepemimpinan akan digunakan demi tegaknya hukum Allah. Setiap masalah akan diatasi dengan panduan dari Allah, yang dikenal dengan syariat.
Akidah siyasiyyah di dalam Islam, tidak akan membiarkan segelintir orang kaya mengatur dan mengambil alih kuasa seenak hawa nafsunya. Intervensi mereka dinihilkan lewat batasan aturan kepemilikan. Di mana Islam mengakui ada tiga jenis kepemilikan yang tidak boleh dilanggar, yakni: kepemilikan individu, umum, dan negara.
Selain itu, negara dalam konsepsi Islam/khil4fah, mewajibkan rakyat terjamin kebutuhan dasarnya. Sandang, pangan, papan, juga diberikan akses mendapatkan pendidikan terbaik, kesehatan bermutu, dan rasa aman. Jika semua syariat Islam diberlakukan secara total, tidak setengah-setengah, sejahtera menjadi niscaya. Dan sudah pasti Allah pun akan rida dan memberkahi. Kabur, hanya menjadi kenangan pahit dalam periode “dark age” tanpa Khil4fah. [LM/Ss]