Kisruh Pagar Laut: Nelayan Menderita, Oligarki Berkuasa
![#Opini_20250203_063641_0000](https://lensamedianews.com/wp-content/uploads/2025/02/Opini_20250203_063641_0000-1024x1024.jpg)
Oleh : Nettyhera
Lensa Media News – Konflik pagar laut di pesisir Tangerang, Banten, menjadi sorotan karena merugikan banyak pihak, terutama nelayan. Pagar bambu sepanjang 30,16 km itu menutup akses nelayan ke laut, membuat mereka kesulitan mencari nafkah. Berdasarkan data, sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya terdampak, dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp8 miliar.
Kasus ini semakin rumit karena muncul dugaan bahwa pagar laut ini dibuat untuk kepentingan proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk (PIK) Tropical Coastland. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut Agung Sedayu Group dan Salim Group berada di balik proyek ini. Yang lebih mengejutkan, pemerintah mengakui adanya 234 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan 20 sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di atas laut, padahal laut seharusnya menjadi milik umum.
Sistem Kapitalisme yang Membela Oligarki
Kasus ini bukan sekadar konflik kebijakan, tetapi bukti nyata bahwa sistem kapitalisme lebih berpihak kepada pemilik modal besar (oligarki) daripada rakyat kecil. Dalam sistem ini, kepemilikan pribadi sangat diutamakan, sehingga perusahaan besar bisa dengan mudah menguasai lahan, bahkan yang seharusnya menjadi milik bersama seperti laut.
Negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyat justru cenderung memihak korporasi. Penerbitan sertifikat di atas laut menunjukkan bahwa hukum bisa dimainkan untuk kepentingan bisnis. Bahkan, ketika pagar laut ini dibongkar, muncul perbedaan pendapat di antara pejabat negara, yang semakin menunjukkan lemahnya aturan yang ada.
Negara sebagai Pelindung Rakyat
Islam memiliki aturan jelas dalam mengatur kepemilikan. Laut termasuk dalam kategori kepemilikan umum, yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau perusahaan. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud).
Dalam sistem Islam, negara akan berperan sebagai pelindung rakyat, bukan alat bagi kepentingan pengusaha besar. Jika ada pihak yang mencoba menguasai kepemilikan umum seperti laut, pemerintah Islam akan membatalkan izin tersebut dan mengembalikannya untuk kepentingan rakyat. Tidak ada ruang bagi pengusaha besar untuk merebut hak rakyat seperti yang terjadi dalam kasus pagar laut ini.
Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, kasus serupa akan terus terjadi, karena hukum selalu bisa dimanipulasi oleh mereka yang memiliki kekuatan ekonomi. Hanya dengan kembali pada aturan Islam, rakyat bisa mendapatkan keadilan dan perlindungan dari keserakahan oligarki.
[LM/nr]