RSUD Terakreditasi, Adakah Pengaruhnya pada Pelayanan Kesehatan Rakyat?
Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
LensaMediaNews- Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin meraih sertifikat dengan kategori lulus tingkat Paripurna atau bintang lima, untuk waktu 12 november 2018 sampai 12 november 2021. Untuk menjadi bintang lima, ada 18 bab variabelnya. Menurut Direktur RSUD Ulin Banjarmasin diantaranya keselamatan, mutu pelayanan, hingga kemampuan mencegah hal-hal yang terjadi di rumah sakit (rri.co.id, 21/07/2019).
Gubernur Kalimantan Selatan usai menerima Sertifikat Akreditasi Paripurna dari (KARS) di Banjarmasin, mengatakan penyerahan sertifikat paripurna tersebut menjadi salah satu pencapaian dari cita-cita untuk menjadikan RSUD Ulin setara dengan rumah sakit besar di Jawa. Menurut Gubernur, melalui akreditasi tertinggi yang diterima RSUD Ulin tersebut, selanjutnya pemerintah akan mendorong rumah sakit rujukan wilayah Kalimantan tersebut, untuk meningkatkan pelayanan dan infrastruktur (antaranews.com, 20/07/2019).
Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan bukannya mengarah pada layanan kesehatan yang paripurna. Namun realitanya justru memunculkan pelayanan kesehatan berdasarkan kelas kemampuan ekonomi rakyat yang memanfaatkan fasilitas itu. Aroma Kapitalisasi kesehatan begitu kuat terasa.
Komersialisasi layanan kesehatan telah lama berlangsung. Menjadikan pelayanan kesehatan dalam sistem Kapitalisme semacam hubungan dagang semata. Dimana rakyat harus bayar dulu jika ingin dilayani kebutuhan kesehatannya. Padahal, fungsi asli penguasa adalah sebagai Raa’iin, yang bertanggungjawab penuh dalam penyelenggaraan urusan rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Imam (khalifah) adalah Raain (pengatur dan pemeliharan urusan rakyat) dan akan dimintai pertanggungan jawab atas (nasib) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Islam memandang kesehatan sebagai bagian dari hak dasar manusia. Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya, aman jiwa, jalan dan rumahnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya.” (HR al-Bukhari dalam Adab alMufrad, Ibn Majah dan Tirmidzi).
Layanan kesehatan merupakan bagian dari tugas negara untuk menyediakannya. Karena dalam Islam kesehatan menjadi salah satu kebutuhan dasar rakyat. Jadi setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang sama tanpa memandang tingkat ekonominya.
Pemenuhan layanan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab penguasa. Sehingga Islam mewajibkan Khalifah memberikan pelayanan publik dan menyediakan semua kebutuhan dasar rakyatnya. Rasulullah Saw sendiri yang mengamalkan dan mencontohkan sistem pelayanan kesehatan semacam ini, dan diikuti para Khalifah selanjutnya.
Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad Saw pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi Saw mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah Saw selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim). Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim).
Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Pengobatan merupakan kemaslahatan dan fasilitas public (al-mashalih wa al-marafiq) yang wajib disediakan secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya.
Sejarah Islam membuktikan bahwa negara bisa memberikan layanan kesehatan dengan gratis, tanpa skema asuransi. Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis.
Pemberian jaminan kesehatan tentu membutuhkan dana yang besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari kharaj, jizyah, ghanimah, fai, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas. Kuncinya adalah negara haruslah menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.
[LS/Ry]