Islamophobia Merenggut Hak Beragama
Oleh: Indriyatul Munawaroh
(Aktivis Muslimah Hijrah Ponorogo)
LenSaMediaNews– Islamophobia adalah ketakutan atau kebencian terhadap hal yang berkaitan dengan Islam. Orang yang phobia pada Islam menjadikan hal-hal yang berbau Islam baik itu benda atau ide akan dicemooh. Apalagi jika Islam dikaitkan dengan politik. Mereka yang bersikap negatif pada Islam tidak ingin kehidupannya dicampuri oleh solusi dari Islam.
Sebagaimana yang terjadi di dunia saat ini. Mulai dari negara minoritas muslim sampai yang mayoritas muslim. Dikutip dari Viva.com (16/7) di Eropa dalam periode 2007-2017 yang awalnya hanya lima negara yang membatasi hal terkait agama meningkat tajam menjadi 20 negara. Pembatasan yang diberlakukan pemerintah mencakup undang-undang, kebijakan dan tindakan pejabat negara yang membatasi keyakinan dan praktik keagamaan termasuk pemakaian cadar atau burqa.
Di Asia pun tak kalah diskriminatifnya. Pelecehan Uyghur dan Rohingnya sebagai minoritas muslim yang menginginkan beribadah dengan tenang menjadi bukti bahwa bukan hanya sekedar simbol saja yang dianggap mengancam tapi juga pemikiran yang diemban seorang muslim. Di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya muslim, pemerintah harusnya memberikan kebijakan yang pro terhadap umat muslim. Akan tetapi tampaknya jejak pembatasan beragama juga mengalir di Indonesia. Misalkan saja bendera tauhid. Sebagai simbol Islam pengibaran bendera tauhid bukanlah sesuatu yang inkonstitusional. Wajar jika umat muslim bangga dengan bendera tauhidnya. Tapi nyatanya masih saja ada yang mengaitkannya dengan ormas tertentu dan menganggap hal semacam ini harus diproses hukum.
Tidak hanya simbol, ide tentang khilafah dan jihad dianggap memecah belah negara. Khilafah yang sejatinya adalah ajaran Islam ditolak habis-habisan bahkan yang mendakwahkan tentang khilafah akan dikenai sanksi. Padahal kita sebagai umat muslim harusnya paham bahwa tanpa khilafah, Islam tidak akan pernah berjaya dan sampai di negeri nusantara.
Mari tengok sejarah dimana Khulafau ar-Rasyiddin menjalankan amanahnya sebagai khalifah dengan menerapkan seluruh syaraiat Islam di bawah institusi yang bernama khilafah. Maka tidak wajar jika seorang muslim alergi ketika mendengar atau mempelajari bahkan ingin mendakwahkan tentang khilafah.
Anehnya, para penguasa bangga dengan sistem yang diambil dari selain Islam yaitu kapitalisme sekulerisme dan mencampakan sistem yang jelas-jelas bersumber dari Al-Qur’an. Inilah gambaran ketidakwarasan rezim saat ini, padahal mereka sendiri adalah muslim.
Jika dakwah tentang khilafah dan ide-ide Islam lain dibatasi bahkan dilarang maka akan semakin merebak sikap phobia terhadap Islam dikarenakan muslim yang tidak paham dan bangga dengan identitas keislamannya. Hak beragama pun akan terenggut oleh kebijakan yang membatasi berislam secara totalitas.
Dengan demikian pemikiran yang anti Islam ini perlu diluruskan agar tercipta keidealan yang sesungguhnya. Satu-satunya jalan adalah dengan terus mendakwahkan Islam yang tidak hanya terbatas pada ibadah mahdhoh seperti sholat, puasa dan zakat saja tapi mendakwahkan Islam dari akar hingga daun. Mulai dari aqidah sampai ranah mu’amalah, politik, sosial, ekonomi, sanksi dan negara.
[Lm/Hw/Fa]