Fenomena Childfree Menciderai Peran Perempuan sebagai Ibu

Oleh: Iiv Febriana

Pengajar di Homeschooling Mutiara Umat Sidoarjo

 

LenSa Media News _ Opini_ Memiliki keturunan adalah bagian dari tujuan pernikahan, namun apa jadinya jika seseorang memutuskan menikah namun childfree, alias tidak menginginkan memiliki anak. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis laporan periode 2023 terkait kasus childfree. BPS melakukan survei kepada kelompok perempuan dan ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang tidak ingin memiliki anak (Health.detik.com, 12-11-2024).

BPS mencatat fenomena childfree meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Tren ini semakin kuat pasca-pandemi Covid-19, dengan perempuan memilih fokus pada karier atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan. Faktor lain yang memengaruhi adalah tingginya biaya hidup dan ketidakpastian masa depan yang membuat pasangan enggan memiliki anak (www.rri.co.id, 15-11-2024).

 

Childfree Ide Barat

Penganut childfree beranggapan bahwa memiliki seorang anak bukanlah suatu kewajiban, melainkan sebuah pilihan hidup. Ditambah lagi, ketika dunia mengalami ledakan demografi, negara-negara Barat berusaha mengurangi populasi dunia dengan membatasi kelahiran dan pembatasan usia pernikahan.

Barat menarasikan kesetaraan gender sebagai ide yang sangat penting untuk kaum perempuan. Mereka menyerukan bahwa kebebasan dan pemberdayaan perempuan dan kampanye childfree diperlukan dalam rangka mencapai keadilan gender dan orientasi karier kaum perempuan.

Dengan narasi menyesatkan ini, Barat menggiring perempuan (termasuk muslimah muda) berlomba-lomba terjun “memberdayakan diri” dalam dunia kerja. Mereka jadi bertekad mandiri secara ekonomi dan tidak bergantung pada laki-laki, juga tidak perlu membangun keluarga (waithood). Kalaupun menikah, mereka tidak punya keinginan untuk memiliki keturunan (childfree).

Padahal jika kita mau menganalisa sikap dan gaya hidup childfree ini sebenarnya bisa merusak ketahanan bangsa, umat, dan negara. Lihat kasus Jepang dan negara Eropa yang tengah mengalami masalah minimnya angka kelahiran. Mereka sedang menghadapi ancaman kepunahan karena pilihan dan gaya hidup mereka.

 

Melindungi Jati Diri Muslimah dari Childfree

Adanya paham sekulerisme menjauhkan kaum muslim terutama perempuan muda dari akidah dan syariat Islam, serta gambaran kehidupan peradaban Islam. Oleh karenanya, untuk menyelamatkan mereka dari childfree adalah dengan menguatkan akidah dan keyakinannya terhadap Allah Ta’ala. Mereka juga harus dipahamkan tentang syariat Islam kaffah dan gambaran peradaban Islam yang akan menyiapkan dan memuliakan peran utamanya sesuai Islam.

 

Fenomena childfree sesungguhnya menunjukkan lemahnya iman dan kurangnya pemahaman syariat Islam para muslimah muda zaman sekarang. Allah Taala Sang Pencipta manusia dan bumi beserta isinya sudah pasti akan mencukupkan kebutuhan makhluk-Nya dengan baik. Setiap jiwa sudah dijamin rezekinya dan manusia hanya harus berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.

Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra [17]: 30)

Dalam Islam muslimah akan dididik sebagaimana kodratnya sebagai rahim kehidupan. Dari merekalah lahir generasi pemimpin orang-orang yang bertakwa. Dalam sebuah hadits, seorang ibu sampai disebut sebagai manusia nomor satu yang harus dimuliakan oleh anaknya, tiga kali lipat dibanding ayahnya. Bahkan, apabila meninggal ketika melahirkan, seorang wanita dianggap syahid. Betapa mulia peran keibuan ini.

Tak kalah penting juga, Islam menawarkan sistem kehidupan yang mendukung peran ibu dengan cara yang sangat baik. Dalam kehidupan Islam, keluarga adalah unit dasar yang sangat dihargai, dan peran seorang ibu di dalam keluarga diakui sebagai salah satu kontribusi terbesar terhadap masyarakat.

Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk menjalani peran keibuan dengan penuh penghormatan, tanpa harus mengorbankan potensi atau kebebasan pribadi mereka. Dengan adanya dukungan dari suami, keluarga, dan masyarakat, perempuan dapat menjalani peran tersebut dengan lebih maksimal.

Wallahu’alam bi showab.

(LM/SN)

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis