Pandangan Childfree dalam Islam
Oleh : Aprilya Umi Rizkyi
(Komunitas Setajam Pena)
Lensa Media News – Childfree adalah keinginan seseorang untuk tidak memiliki anak. Dalam hal ini, lagi marak dan merebak di masyarakat. Baik yang ada di kota maupun di desa. Ada seorang dokter yang bernama Ngabila Salama sekaligus praktisi kesehatan masyarakat membeberkan sejumlah dampak yang kemungkinan bakal dirasakan pasangan bila mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak secara suka rela (childfree).
Ngabila mengatakan “Keputusan untuk childfree dapat memberikan dampak tertentu pada kesehatan reproduksi wanita, baik positif maupun negatif, tergantung pada kondisi fisik, mental, dan gaya hidup yang dijalani,” jelasnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Berbeda dengan pernyataan dari seorang Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari yang menyebutkan bahwa keputusan pasangan untuk childfree sebenarnya tidak melulu memiliki dampak buruk. Di sisi lain, keputusan ini membantu mengurangi risiko komplikasi kehamilan dan persalinan.
Wanita yang tidak pernah hamil atau melahirkan, tentu akan terhindar dari risiko medis yang terkait seperti seperti preeklampsia, diabetes gestasional, atau trauma persalinan. Adapun manfaat lainnya yaitu pasangan jadi memiliki peluang lebih besar untuk menjaga kesehatan fisiknya. Tanpa kehamilan, tubuh tidak mengalami perubahan besar seperti peningkatan berat badan drastis, perubahan hormon selama kehamilan, atau dampak jangka panjang pada otot dasar panggul akibat persalinan. Selain itu pasangan mampu mengontrol kesehatan reproduksi lebih baik.
Walaupun demikian, dampak buruk dari keputusan childfree tidak boleh dianggap sepele. Resiko kanker dapat meningkat pada perempuan. Tidak hamil atau tidak menyusui dapat meningkatkan risiko kanker ovarium dan kanker payudara, karena kehamilan dan menyusui membantu menekan ovulasi dan menurunkan paparan hormon estrogen, yang berhubungan dengan risiko kanker tersebut jelas Ngabila.
Childfree, memberikan dampak psikologis. Walaupun keputusan itu memberikan kebebasan mental, tetapi bagi sebagian wanita, tekanan sosial atau penyesalan di kemudian hari dapat mempengaruhi kesehatan mental. Hal ini penting dipertimbangkan dengan baik, bersama pasangan kata Ngabila.
Dari paparan di atas menunjukkan bahwa childfree boleh-boleh saja. Tak ada larangan, justru jika ada yang melarang hal itu akan dianggap melanggar hak asasi manusia. Pandangan ini muncul dikarenakan sistem kapitalis-sekuler. Di mana hak asasi manusia diunggulkan dan aturan yang sesuai Sang Pencipta sekaligus sesuai fitrah manusia justru diabaikan dan tinggalkan.
Adapun peran ibu dipandang dengan tinggi dan mulia dalam Islam. Menjadi ibu adalah salah satu bentuk penghormatan yang diberikan oleh Allah kepada perempuan. Rasulullah saw bersabda surga berada di bawah telapak kaki ibu, ini menunjukkan betapa besar kemuliaan peran seorang ibu.
Islam memberikan jaminan agar peran ibu dapat dilaksanakan dengan baik, meliputi berbagai hukum syariat yang mendukung dan memudahkan seorang wanita menjalankan peran keibuannya mulai dari mengandung, melahirkan, dan mengasuh hingga mendidik anak-anaknya. Islam memerintahkan setiap ayah dan wali untuk bekerja agar dapat menafkahi istri dan anak- anaknya. Seperti perintah Allah dalam ayat Al-Qur’an “Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf…” (QS Al-Baqarah [2]: 233).
Sungguh mulia peran sebagai ibu, Islam menempatkan ibu sebagai pihak yang harus dihormati terlebih dahulu baru kemudian ayah, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi saw. menjawab, ‘Kemudian Ayahmu.‘” (HR Bukhari dan Muslim).
Ibu dalam Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan moral anak-anaknya. Oleh karena itu, meskipun Islam tidak melarang perempuan untuk mengejar karier atau ambisi pribadi lainnya, Islam tetap menempatkan peran keibuan sebagai bagian pokok dari kehidupan perempuan yang sejatinya.
Islam memberikan ketenangan dan jaminan kepada para ibu dengan cara negara memenuhi kebutuhan masyarakat baik pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas. Sehingga ibu akan fokus menjalankan peran keibuannya.
Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alaih).
Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk menjalani peran keibuan dengan penuh penghormatan, tanpa harus mengorbankan potensi atau kebebasan pribadi mereka. Dengan adanya dukungan dari suami, keluarga, dan masyarakat, perempuan dapat menjalani peran tersebut dengan lebih maksimal.
[LM/nr]