Utopia Pemberantasan Judi, Masihkah Ada Solusi ?
Oleh: Ummu Haidar
LenSa Media News–Perjudian di Tanah Air kian marak dan memprihatinkan. Sebelas tersangka kasus dugaan tindak pidana judi online dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka “bina” agar tidak diblokir.
Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang identitasnya belum diketahui dalam penggeledahan sebuah ruko yang dijadikan kantor satelit judi online pegawai Komdigi di Kota Bekasi, Jawa Barat (kompas.com, 01-11-2024).
Bak Musuh Dalam Selimut
Sungguh miris, di balik layar penegakan aturan pemberantasan perjudian, sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital justru terjerat kasus judi online. Alih-alih memblokir situs-situs bermasalah, para pelaku diduga menyalahgunakan wewenang mereka untuk ‘mengamankan’ ribuan situs judi agar terhindar dari pemblokiran. Fakta yang membuat publik tercengang. Sebab jika dianggap ulah oknum, tidak seharusnya kejadian serupa terus berulang.
Hasil penyelidikan menunjukkan dengan tarif Rp8,5 juta per situs, pendapatan mereka tiap bulan ditaksir mencapai miliaran. Sebuah nilai rupiah fantastis atas tergadai-nya rasa aman masyarakat dari ancaman kerusakan.
Bak musuh dalam selimut. Ulah aparatur negara yang memperkaya diri sendiri dan kelompoknya jelas kontraproduktif terhadap upaya memerangi perjudian. Sementara berbagai celah yang mampu dimainkan aparat negara untuk mengelabui hukum, menunjukkan lemahnya perangkat sistem hukum yang diterapkan. Alhasil, pemberantasan judi makin jauh dari harapan.
Pangkal Persoalan
Kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem sekuler kapitalisme hari ini. Sistem ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Hal yang niscaya atas penerapan sekulerisme yang meminimalisir peran agama dalam mengatur kehidupan.
Individu yang terbentuk dalam sistem ini tidak mengenal konsep keberkahan akan harta. Atmosfer materialistik yang kental dalam kehidupan. Meniscayakan mereka berlomba meraup harta kekayaan tanpa memperhatikan cara perolehannya. Alhasil, selevel pejabat negara bisa menjadi pelaku kejahatan yang nyata.
Islam Memberantas Perjudian
Syariah Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ’illat apapun dan tanpa pengecualian. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan” (TQS al-Maidah 5: 90).
Selain menerapkan hukum perjudian, Islam juga menutup tiap celah terjadinya perjudian dengan mekanisme tiga pilar. Pilar tersebut antara lain, pilar ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.
Individu yang bertakwa, akan senantiasa menaati perintah Allah dalam kehidupan. Ketakwaan menjadi kontrol pribadi seseorang untuk tidak melakukan kemaksiatan. Maka setiap individu baik sebagai warga sipil maupun aparat negara tidak akan berani melakukan perjudian.
Adapun Islam juga memerintahkan kepada masyarakat untuk melakukan kontrol dengan beramar ma’ruf nahi munkar terhadap sesama. Perintah ini menjadi kewajaran sebab masyarakat Islam memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (standar) dan qanaah (penerimaan) yang dipengaruhi oleh syariat Islam.
Dengan demikian perjudian tidak akan marak hingga ‘dipelihara’ seperti pada kasus aparat Kemkomdigi. Sebab masyarakat memiliki cara pandang yang sama dalam memandang perjudian sebagai tindak kemaksiatan yang diharamkan. Hingga jika ada didapati oknum yang menyebarkan situs judi online, maka masyarakat akan segera bergerak untuk menunaikan amar makruf nahi munkar.
Perjudian semakin tidak memiliki kemampuan memasuki ruang publik. Karena Islam mewajibkan negara untuk memberikan sanksi pada para pelaku judi. Tatkala tegas menerapkan sistem sanksi (uqubhat) terhadap para pelaku perjudian.
Niscaya memberantas judi online tidak lagi sulit untuk dilakukan. Apalagi sampai sengaja dipelihara oleh aparatur negara. Sistem sanksi (uqubhat) saat diterapkan berfungsi sebagai zawabir (penebusan dosa bagi pelaku) dan jawazir (efek jera bagi yang lain) sekaligus. Akibatnya penerapan sistem sanksi akan sangat efektif dan efisien dalam pengendalian kejahatan, khususnya judi online.
Kondisi ini hanya bisa terwujud dalam bingkai Daulah Khilafah yang menerapkan aturan Allah secara Kafah dalam kehidupan. Dimana keberadaan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan memastikan pengaktifan ketiga pilar. Maka bukankah keberadaan Daulah Khilafah ini mendesak untuk umat wujudkan? Wallahu ‘alam. [LM/ry].