Setelah SWF Terbitlah BP Investasi Danantara
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa Media News–Setelah SWF (Sovereign wealth fund) atau Indonesia Investment Authority (INA) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kini digagas lembaga baru bernama Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Investasi Danantara).
SWF sendiri adalah dana investasi khusus yang dibuat atau dimiliki oleh pemerintah untuk memegang atau menguasai aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang. Sedang BP Investasi Danantara digadang-gadang bakal menjadi awal dari pendirian superholding Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bahkan mirip Temasek Singapura (republika.co.id, 26-10-2024).
Presiden sudah menunjuk Eks Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad sebagai Kepala BP Investasi Danantara. Hadad menyebut, badan baru ini bakal mengelola investasi yang kerap dijalankan oleh BUMN. Intinya semua aset pemerintah di kementerian yang dipisahkan akan dikelola lembaga tersebut secara langsung.
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES), Juhaidy RIzaldy Roringkon, menyebutkan bahwa BP Investasi Danantara dapat disebut sebagai reformasi kelembagaan baik secara struktural dan fungsional khususnya berkaitan dengan pengelolaan segala macam kekayaan negara yang dipisahkan. Karena jika BUMN biasa berlaku hukum kerugian BUMN adalah kerugian negara, maka superholding ini memiliki kekayaan yang terpisah secara rigid dan kaku.
Dengan kata lain, superholding ini dikelola secara profesional bisnis dan aura swatanya sangat dominan. Rizaldy pun mengatakan dari sisi konstitusi, pasal 33 ayat 4 UUD 1945 perihal demokrasi ekonomi, adanya BP Investasi Danantara ini bisa menambah nilai dan keuntungan bagi negara, sebab di badan inilah ada pengelolaan aset pemerintah yang dipisahkan dari kekayaan negara secara terintegrasi.
Yang perlu diperhatikan menurut Rizaldy adalah menetapkan tugas & kewenangan badan ini dalam Undang-Undang di tahun 2025, sehingga kewenangannya kokoh dan hubungan antar lembaga secara jangka pendek, menengah, panjang under state nya bisa terus berlanjut.
Badan ini akan setara dengan Kementerian, sehingga powernya sama untuk melakukan koordinasi bahkan take over kekayaan negara diluar APBN, seperti milik BUMN. Banyak pihak menganggap ide ini baik, namun sebenarnya apa yang harus kita kritisi dari kebijakan ini?
Aroma Kapitalisme dalam Pengurusan Negara
Baik SWF maupun BP Investasi Danantara secara prinsip tak ada beda. Sama-sama sebagai badan pengelolaan aset-aset negara yang dipisah karena berasal dari dana swasta guna menambah pendapatan negara di luar APBN. Bisa jadi ini adalah langkah terobosan terbaik mengingat APBN kita trendnya seringkali defisit.
Namun sebagaimana upaya pemerintah yang lain dalam menggalang dana, baik itu SBN, utang luar negeri, sukuk, pajak dan lainnya semua memiliki karateristik yang sama yaitu kapitalisme. Menjadikan uang sebagai komoditas.
Pembiayaan operasional negara disandarkan pada sesuatu yang rapuh dan berbahaya, sebab melibatkan asing (investasi). Tentu prinsip mereka adalah keuntungan, padahal negara samasekali tidak boleh mengambil keuntungan. Jika salah langkah, bahkan kedaulatan negara bisa tergadai pada kepentingan asing.
Namun itulah yang kini sudah terjadi, alih-alih mengelola kekayaan alam negeri ini yang berlimpah, rezim yang baru pun lebih tunduk dengan mekanisme kapitalisme, menyenangkan asing dan menyengsarakan rakyat. Dan demokrasi menyuburkan perilaku itu.
Bagaimana bisa rakyat sengsara? BUMN yang kekayaannya akan dipisah kemudian dikelola oleh BP Investasi Danantara tentu akan menjadi sapi perah bagi rezim untuk menghasilkan keuntungan, atau setidaknya terus menerus menggaet asing agar mau berinvestasi di Indonesia.
Kerjasama ini telah terbukti menciptakan gelombang kesengsaraan bertubi-tubi bagi rakyat, dengan sulitnya lapangan pekerjaan, PHK beruntun, di sisi lain negara menaikkan berbagai tarif pelayanan publik untuk menggenjot pajak.
Hanya Islam Lahirkan Pemimpin Peduli Rakyat
Biaya operasional negara dalam Islam berasal dari pengelolaan kepemilikan umum (SDA, tambang, energi dan lainnya), kepemilikan negara (fa’i, jizyah, kharaz dan lainnya) dan zakat ( khusus untuk 8 ashnaf). Syariat mengharamkan kerjasama dengan asing terutama yang jelas-jelas melemahkan negara bahkan menghilangkan kedaulatan negara.
BUMN dalam sistem Islam bertugas mengelola kekayaan negeri yang statusnya menjadi kepemilikan umum dan negara. Hasil pengelolaannya bisa didistribusikan kepada rakyat secara murah atau gratis, semisal air, BBM dan lainnya atau digunakan sebagai pembiayaan pembangunan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, gaji pegawai dan lainnya.
Pemimpin dalam Islam, adalah pengurus rakyatnya, bukan pengumpul keuntungan atas penderitaan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Saatnya kita kembali pada pengaturan Islam, sebagai bentuk ketundukan seorang hamba. Wallahualam bissawab. [LM/ry].