Lensa Media News, Surat Pembaca- Baru-baru ini beredar video berisi adanya produk yang mengandung nama “tuyul,” “tuak”, “beer”, dan “wine” yang mendapat sertifikat halal. Menurut Asrorun, hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare. Padahal di dalam produk ini ada sesuatu yang bersifat haram.

 

Miris sekali ini mulai dianggap aman dan tidak membawa masalah di negeri ini. Selama mengalirkan keuntungan dan kemanfaatan pasti bisa terjadi. Ini bukan hal yang aneh muncul dalam negara yang tegak di atas asas sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan.

 

Dalam Islam, kehalalan dan keharaman suatu zat didasarkan oleh dalil-dalil syariat bukan pengetahuan atau akal manusia. Standar manusia cenderung berbeda dan mengikuti hawa nafsu. Ini pasti akan menimbulkan kerusakan bagi kehidupan manusia.

 

Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barangsiapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya. Begitu besarnya dampak buruk dari mengonsumsi benda-benda haram. Oleh sebab itu, butuh pengawasan yang ketat dan adil dalam proses distribusi produk ini.

 

Negara yang berakidah Islam akan lahir untuk mengontrol, mengawasi dan memantau setiap produk makanan yang beredar dipasaran. Negara Islam akan memberikan sanksi tegas apabila ada kecurangan, kemaksiatan dari produsen produk makanan atau minuman.

 

Sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara, dengan biaya murah bahkan gratis. Label halal bagi Negara Islam bukanlah ladang bisnis namun sesuatu yang penting, sebab negara memahami benar bahwa makanan dan minuman akan mempengaruhi ketaatan dan prilaku manusia.

 

Putri Rahmi DE, SST

 

[LM, Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis