Mendamba Ketahananan Keluarga

Oleh: Shafayasmin Salsabila 

MIMم_Muslimah Indramayu Menulis 

 

LenSaMediaNews.com__Faktanya setiap manusia pasti akan mati, dan mati tidak pandang usia. Bisa kapan saja. Maka kita harus mempersiapkan diri kapan pun ajal datang…”

 

Kata-kata pembuka dari ustazah Uul Khuliyah Nahrawi menghentak relung jiwa puluhan ibu-ibu dari beberapa majelis taklim di Indramayu, yang telah duduk takzim di aula Sekolah Alam. Seperti bulan lalu, MT. Tanwirul Ummah menggelar kajian tsaqofah Islam, dalam rangka meningkatkan taraf berpikir muslimah Indramayu.

 

Pagi ahad, tepatnya pada tanggal 6 Oktober 2024, ustazah menyampaikan materi terkait problem ketahanan keluarga, wabil khusus, keluarga muslim yang kini tercoreng moreng, pecah berkeping, dan kandas ditelan gulungan ombak besar.

 

Melanjutkan pernyataan pembuka di awal, ustazah meluruskan bahwa kita tidak perlu takut pada kematian itu sendiri, namun yang patut dikhawatirkan adalah kehidupan setelah mati. Bagaimana nanti di akhirat, kita mempertanggungjawabkan semua peran dan perbuatan, juga atas semua pilihan.

 

Kita tak boleh lupa, kalau Rasul SAW telah mewariskan dua perkara (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang dengannya manusia bisa selamat hingga kelak hidup abadi dalam Firdaus-Nya. Surga tertinggi bersama Rasul SAW, menjadi keinginan terbesar. Abadi dalam kenikmatan tanpa batas dan tanpa akhir. Sehingga semua wasilah untuk menggapainya akan dikejar dengan serius.

 

Namun sayang, fakta saat ini, perasaan merindukan surga makin pudar. Gambaran indah tentangnya kian samar. Karena sekarang umat muslim disibukkan dengan mencari dunia. Segala yang dilakukan standarnya materi, asasnya manfaat, dan tidak lagi mengenali batas halal haram. Maka berduyun-duyunlah kaki mereka menapaki jalan menuju neraka.

 

“Sehingga, tidak aneh jika keluarga muslim pun dalam keadaan yang menyedihkan. Banyak anak-anak kecil sudah terjerumus dalam kriminalitas. Remajanya sibuk tawuran, rokok, narkoba, minuman keras, dll. Seperti berita tentang tujuh anak tewas mengapung di Kali Bekasi, Jatiasih, Kota Bekasi. Dugaan polisi, ketujuh korban tersebut berencana melakukan tawuran. Tetapi demi menghindari polisi yang tengah patroli, mereka nekat menceburkan diri ke kali sampai akhirnya tewas tenggelam.” Papar ustazah Uul.

 

Semakin memanas, ustazah melanjutkan penjelasannya, bahwa masalah yang menimpa keluarga selanjutnya adalah kandasnya biduk rumah tangga. Indramayu pun termasuk kabupaten dengan tingkat perceraian yang sangat tinggi. Sepanjang 2023 tercatat 8.869 pasangan mengajukan permohonan cerai. Masalah ekonomi dan perselingkuhan menjadi faktor terbesarnya.

 

Kasus kekerasan dalam rumah tangga pun tinggi. Bahkan sampai pada tingkat pembunuhan. Ada yang dibakar, dimutilasi, ada pula yang disiram air keras. Kementerian PPPA, sejak Januari 2024 mencatat ada 15.596 kasus kekerasan yang terlapor.

 

Ustazah Uul merasa prihatin, betapa rapuhnya ketahanan keluarga saat ini. Rumah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman, baiti jannati telah hilang.

 

Menurut analisa ustazah, jika ditelisik, rapuhnya keluarga merupakan akibat dari wabah sekularisme. Paham ini menjadi biang keroknya, setiap sendi kehidupan dipisahkan dari agama. Hidup tidak lagi sesuai “manual book” dari Allah, melainkan diatur oleh aturan negara yang sumbernya bukanlah Al-Qur’an, tapi dari akal manusia.

 

Sekularisme pun telah mencabut fitrah manusia untuk menyayangi (gharizatun na’u). Hilanglah rasa keibuan, rasa kebapakan, dan bakti anak. Dikikis oleh mindset sekuler tadi. Allah seakan tidak eksis dalam keseharian, juga di rumah. Pahala dan dosa, maksiat atau taat tidak lagi dijadikan standar dalam berbuat. Hawa nafsu menjadi kiblat. Bebas dalam berbuat, karena tidak memiliki visi akhirat.

 

Lalu bagaimana cara melindungi diri dan keluarga dari sekularisme ini. Berikut pencerahan dari ustazah Uul:

 

Pertama-tama, haruslah dibuat benteng untuk keluarga berupa akidah Islam yang kokoh dari sejak awal membangun keluarga. Pahamkan kepada anak cucu kita, tugas dan arti peran mereka kelak saat berumah tangga, tentu sesuai panduan dari syariat Islam.

 

Ajarkan kepada anak laki-laki bahwa dia adalah qowwam, pemimpin, nahkoda, bagi bahtera rumah tangganya. Dia bertanggung jawab penuh atas ketaatan seluruh anggota keluarga terhadap syariat. Memastikan mereka selalu di jalannya Allah. Kewajiban memenuhi nafkah, harus pula ditanamkan kepada anak laki-laki. Menjelang baligh sudah harus belajar menopang keluarga, dipandu untuk memulai usaha, bukan sekadar fokus belajar.

 

Lalu ajarkan kepada anak perempuan, terkait perannya kelak sebagai istri dan ibu yang cerdas dalam menangani urusan rumah tangga. Dikenalkan juga tentang bagaimana menjadi istri yang wajib taati suami dalam hal yang ma’ruf. Dia harus menjadi wanita yang pintar karena kelak akan mendidik anak-anaknya.

 

Kedua, menjadikan takwa sebagai landasan berkeluarga. Sehingga persoalan apapun akan dimudahkan oleh Allah. “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya…” (At-Thalaq: 2)

 

Ketiga, bagian yang sangat penting yakni bersandar kepada Allah. Menguatkan idrak shillah billah atau kesadaran hubungan kita dengan Allah. Allah sumber segalanya. Dalam kesulitan apapun, Allah-lah yang layak untuk kita datangi. Keempat, menghadiri majlis ilmu, sehingga paham Islam kaffah. Jika kita inginkan pemahaman sebagai bekal menjalani hidup, dan berkeluarga dengan benar, maka hadirilah majelis ilmu. karena tanpa ilmu, ibarat melangkah tanpa mata.

 

Kelima, menjadikan dakwah sebagai bagian yang penting dalam keluarga. Yakni kebiasaan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Antar anggota keluarga saling menasehati, dan mengingatkan akan hukum (syariat) Allah. “Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka…” (At-Tahrim: 6)

 

Terakhir, peduli pada permasalahan umat. karena kita tidak hidup sendiri. Kita adalah satu bagian yang saling memengaruhi. Dan sadari juga bahwa pangkal dari kerusakan umat adalah akibat diberlakukannya sistem sekuler-kapitalis.

 

Di penghujung materi, ustazah Uul menegaskan, jika kita ingin menyelamatkan diri dan keluarga serta menjaga ketahanannya, maka satu-satunya jalan adalah dengan kembali menerapkan aturan Islam, baik dalam lingkup keluarga, terlebih lagi dalam bingkai bernegara. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis