Kementerian Bertambah, untuk Kepentingan Rakyatkah?

Oleh: Saliyah
Kebumen

Baru-baru ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) berkaitan dengan perubahan atas Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi Undang-undang (UU). Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke 7 Masa Persidangan 1 tahun Sidang 2024 – 2025, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/9).

Terdapat 6 poin penting dalam perubahan tersebut. Salah satu di antaranya mengenai jumlah kementerian yang kini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden. penambahan pos kementerian dianggap sebagai upaya politik hukum untuk mengakomodasi kepentingan pemerintahan Prabowo yang membutuhkan legitimasi bagaimana mengakomodasi agar semua kabinet gemuk. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah ‘Castro’ (20/9).

Dengan bertambahnya jumlah kementerian maka hal ini akan membutuhkan lebih banyak orang. Konsekuensinya kebutuhan dana untuk gaji para menteri akan semakin besar. Dengan kondisi keuangan yang ada di negeri kita maka hal ini beresiko bertambahnya utang negara dan naiknya pajak.

Namun di sisi lain, job desk tiap kementerian bisa jadi makin tidak jelas, bahkan besar kemungkinan akan tumpang tindih, termasuk dalam membuat kebijakan. Sehingga tidak efektif dan efisien. Juga ada risiko memperbesar celah korupsi dan potensi abainya pemerintah terhadap jaminan terhadap kepentingan rakyat. Hal ini tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang diadopsi yakni kapitalisme yang justru banyak berpihak pada para pemilik modal.

Dalam Khilafah, khalifah yang bertanggung jawab karena amanah kepemimpinan ada padanya. Namun khalifah boleh mengangkat pembantu/pejabat untuk membantu tugasnya sesuai kebutuhan. Khalifah akan memilih pejabat dengan efektif dan efisien, dengan job desk dan tanggung jawab yang jelas, baik dalam urusan kekuasaan maupun non kekuasaan. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka melayani umat dan menyejahterakannya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw., ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Muttafaqun ‘Alayh). Wallahu a’lam.

Please follow and like us:

Tentang Penulis