Pajak Naik: Rumah yang Layak, Hanya jadi Mimpi

Oleh: Ummu Aza 

 

LenSaMediaNews.com__Tahun 2025 yang diharapkan ada perubahan untuk kesejahteraan rakyat dengan terpilihnya penguasa yang baru, nyatanya harapan ini terlihat semakin jauh untuk diraih. Rumah yang layak dan nyaman untuk dihuni semakin sulit dimiliki, karena semakin mahalnya harga beli. Mau bangun sendiri tanpa kontraktor, jangan kaget, karena pemerintah sudah menetapkan kenaian tarif PPN untuk kegiatan membangun rumah sendiri (KMS) dari 2,2% menjadi 2,4%. Meski kemudian dijelaskan bahwa yang kena pajak adalah yang membangun rumah dengan luas lebih dari 200 meter persegi (Kompas.com, 15-9-2024).

 

Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan aturan mengenai pengenaan pajak kepada masyarakat yang bangun rumah sendiri sudah ada sejak 30 tahun yang lalu. Dia menekankan aturan ini bukanlah pajak baru yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tujuan dari pengenaan pajak ini adalah agar semua proses pembangunan rumah baik yang dibantu oleh kontraktor maupun yang dilakukan sendiri mendapat tanggung jawab yang sama untuk membayar pajak.

 

“Menciptakan keadilan. Karena kalau membangun rumah dengan kontraktor terutang PPN, maka membangun sendiri pada level pengeluaran yang sama mestinya juga diperlakukan sama, jika tarif PPN normal 11%, maka tarif PPN KMS hanya 2,2%. Ini karena dasar pengenaannya hanya 20% dari total pengeluaran. Jika tahun 2025 tarif PPN jadi naik, berarti tarif menjadi 2,4%,” ujarnya.

 

Apapun alasannya, realitasnya bahwa bertambahnya pungutan atau pajak, semakin menambah derita rakyat. Jika mengikuti perhitungan Bank Dunia, maka ada 40% atau 110 juta penduduk Indonesia yang tergolong miskin. Di sisi lain ada sepuluh juta penduduk generasi Z yang menganggur, tidak bersekolah, tidak ikut pelatihan, dan tidak punya pekerjaan.

 

Ironinya, beban hidup masyarakat justru ditambah dengan berbagai pungutan selain pajak membangun rumah sendiri. Masyarakat sudah dihadapkan pada berbagai pungutan, antara lain Pajak Bumi Bangunan (PBB), terkhusus para pekerja pun ada Pajak Penghasilan (PPH), pungutan untuk BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah naik menjadi 11% dan akan kembali naik menjadi 12% pada awal 2025.

 

Pemerintah sangat getol mengejar pajak sebagai konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama negara. Setiap tahun target pajak selalu dinaikkan. Subjek dan objek pajak juga diperluas. Ini artinya rakyat makin diperas untuk membayar pajak. Sungguh, negara telah mengambil uang rakyat secara paksa atas nama pajak. Di sisi lain, kekayaan alam diserahkan secara gratis pada korporasi swasta kapitalis. Bahkan para pengusaha besar itu mendapatkan keringanan pajak. Ini jelas-jelas tidak adil. Namun, begitulah akibat penerapan sistem kapitalisme yang memalak rakyat.

 

Klaim pemerintah bahwa penerapan PPN KMS untuk mewujudkan keadilan karena orang yang membeli rumah kena pajak, ini juga tidak berdasar. Jika ingin adil, seharusnya negara menyediakan rumah murah bagi rakyat, tanpa pajak pembelian rumah maupun PPN KMS. Itu baru adil karena penyediaan rumah bagi rakyatnya adalah tugas negara. Sayang, jaminan penyediaan rumah tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme. Yang ada, rakyat justru dipalak di berbagai sisi.

 

Jaminan Perumahan dalam Sistem Islam

 

Rasulullah bersabda: “Anak Adam tidak memiliki hak pada selain jenis ini: rumah yang ia tinggali, pakaian yang menutupi auratnya, serta roti tawar dan air.” (HR At-Tirmidzi, Al-Hakim, Abdu bin Humaid, adh-Dhiya’ al-Maqdisi, dan Al-Baihaqi)

 

Hadis ini menegaskan bahwa rumah adalah kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Individu rakyat bekerja untuk memilikinya, sedangkan tanggung jawab negara adalah menerapkan syariat sehingga memudahkan rakyat untuk memiliki rumah.

 

Negara bisa menempuh mekanisme dengan dua model. Pertama, negara menyediakan rumah murah atau bahkan gratis sehingga rakyat mudah untuk memilikinya. Kedua, negara menyubsidi biaya pembangunan rumah sehingga rakyat yang memiliki tanah tidak kesulitan untuk membangun rumah.

 

Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, tetapi tidak layak huni dan mengharuskan direnovasi, negara harus melakukan renovasi langsung dan segera, tanpa melalui operator (bank-bank penyalur maupun pengembang) dan tanpa syarat yang rumit sehingga hasilnya bisa langsung dirasakan oleh rakyat miskin.

 

Dengan berbagai kebijakan tersebut, rakyat akan mudah untuk memiliki rumah, baik dengan membeli ataupun membangun sendiri. Segala sesuatu yang rakyat butuhkan untuk memiliki rumah dijamin oleh negara dengan sumber pendanaan dari harta milik negara ataupun milik umum, seperti pertambangan.

 

Negara tidak akan membebani rakyatnya dengan pajak, kecuali pada kondisi tertentu (tidak permanen) dan terbatas pada rakyat yang kaya dari kalangan kaum laki-laki saja. Demikianlah jaminan sistem Islam dalam mewujudkan kesejahteraan dengan menjamin pemenuhan kebutuhan rumah bagi tiap individu masyarakat. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis