Kementrian Makin Banyak, Betulkah Demi Rakyat?

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News–Kabinet gemuk yang akan dibentuk pemerintahan Prabowo mendatang, menimbulkan berbagai persepsi. Fenomena ini pun dibenarkan  oleh Direktur Riset & Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo (antaranews.com, 18-9-2024).

 

Ibnu memaparkan kabinet gemuk ini akan berjalan optimal jika diisi pemimpin yang memiliki kemampuan di bidangnya. Tidak hanya itu, latar belakang pendidikan dan pengalaman kepemimpinan pun menjadi hal penting dalam penyusunan kabinet.

 

Seperti yang telah diketahui, kabinet akan diisi 44 kementrian yang sebelumnya hanya 34 kementrian. Ibnu pun melanjutkan bahwa momentum ini mestinya mampu dimanfaatkan partai untuk merekomendasikan kader berkualitas.

 

Fenomena ini pun memantik pendapat Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah. Dedi berpendapat menambah pos kementerian adalah keputusan yang keliru (cnnindonesia.com, 20-9-2024). Semestinya kantor-kantor dinas yang ditambah untuk memudahkan kinerja pemerintahan di daerah.

 

Kebijakan Tidak Layak

 

Banyaknya kementerian jelas membutuhkan banyak orang untuk mengisi posisinya. Keputusan ini pun melahirkan dampak berupa membengkaknya pengeluaran negara dari pos dana gaji para menteri dan pejabat pemerintahan yang makin besar. Keputusan ini pun bahkan menambah risiko membengkaknya utang negara dan naiknya pajak. Lagi-lagi dalam kebijakan ini posisi rakyat selalu dalam keadaan dirugikan.

 

Di sisi lain, gemuknya jumlah kementrian akan memungkinkan tumpang tindihnya deskripsi kerja setiap kementrian. Termasuk di dalamnya terkait kebijakan pemerintah dan dampaknya dalam pengurusan kepentingan rakyat.

 

Dampaknya, banyaknya kementrian akan melahirkan ketidakefektifan dalam kinerja. Selain itu, gemuknya kementrian akan memperbesar celah tindakan korupsi. Sementara urusan rakyat terus terabaikan. Kepentingan oligarki dan pemodal menjadi salah satu hal yang selalu diutamakan dalam setiap keputusan.

 

Inilah manifestasi diterapkannya sistem pemerintahan yang kini dianut. Sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan keputusan yang jauh dari kepentingan rakyat. Betapa rusaknya konsep kepemimpinan demokrasi kapitalisme. Materi menjadi sarana menggapai kekuasaan. Kekuasaan yang sudah didapatkan, dengan mudah disalahgunakan.

 

Wajar saja, rakyat mengalami krisis kepercayaan pada kepemimpinan ala demokrasi kapitalisme. Hingga akhirnya, rakyat menjadi apatis pada politik, jabatan dan kekuasaan. Rakyat telah memahami, segala bentuk pergerakan yang kini tercipta, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, namun hanya untuk kepentingan jabatan para oligarki yang semakin tampak gila hormat.

 

Kepempinan dalam Islam

 

Dalam sistem Islam, kepemimpinam adalah konsep utama yang wajib dijaga tujuannya, yaitu demi memenuhi kepentingan setiap individu rakyat. Karena kepentingan rakyat adalah urusan yang wajib dipenuhi oleh negara. Termasuk kebutuhan rakyat akan kepemimpinan yang amanah.

 

Rasulullah SAW. bersabda,”Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori). Kriteria kepemimpinan yang amanah wajib diwujudkan dalam kerangka syariat Islam yang utuh dan menyeluruh. Dengan syariat Islam, sosok pemimpin senantiasa terjaga dalam bingkai akidah Islam.

 

Dalam sistem Islam, setiap pemimpin niscaya terhindar dari sifat curang, culas dan serakah. Karena setiap pemimpin menyadari bahwa Allah SWT., Zat yang Mengawasi dan Melihat segala yang terjadi. Pemimpin pun menyadari bahwa setiap kepemimpinannya kelak akan ditanya dan dipertanggungjawabkan.

 

Dengan konsep demikian, ditetapkan bahwa syariat Islam adalah satu-satunya dasar dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan seluruh urusan rakyat. Sebagai cerminan bahwa amanah dalam kepemimpinan merupakan wujud ketaatan pada hukum syarak. Sehingga dapat diwujudkan paradigma  urusan rakyatlah satu-satunya prioritas utama yang wajib dilayani negara.

 

Kekuasaan dan agama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan. Kekuasaan mampu amanah dalam aturan syariah. Dan hukum syara’ mampu optimal terlaksana dalam satu institusi politik sesuai teladan Rasulullah SAW., yakni khilafah. Saat aturan agama hilang, kekuasaan tidak akan pernah mampu tegak menjadi sumber pengurusan urusan umat.

 

Terkait pembentukan kepengurusan pimpinan dalam tubuh khilafah, khalifah akan menetapkan kebijakan efektif dan efisien perihal deskripsi kerja setiap bagian kepemimpinan. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Setiap bagian akan membentuk sinergi yang optimal dalam kepengurusan umat. Kepentingan umat mampu terpenuhi dengan maksimal. Kesejahteraan, ketenangan dan keamanan rakyat pun terjamin sempurna.

 

Demikianlah pengurusan sistem Islam, pengaturan politik dan kebijakan yang adil dan bijaksana. Kehidupan rakyat terpenuhi dalam sistem berkah. Rahmat tercurah dalam sistem yang amanah.Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis