Islam Solusi Tuntas Pungli
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
LenSa Media News–Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bogor menangkap lima orang yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) di sekitar Pasar Merdeka Bogor Tengah. Para pelaku pungli tersebut setiap harinya meminta uang sebesar Rp 50 hingga Rp 100 ribu per orang terhadap sekitar 340 Pedagang Kaki Lima (PKL) setiap harinya dengan alasan untuk biaya kebersihan.
Artinya setiap harinya, para pelaku pungli ini mengantongi sejumlah uang bernilai fantastis Rp 17-34 juta! Uang yang mereka dapatkan tersebut lantas sebagiannya mereka setorkan kepada oknum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor (tribunnews.com, 19-09-2024).
Pungli Pasar Tumbuh Subur dalam Kapitalisme
Praktek pungli sudah sejak lama dilakukan dan telah menjadi rahasia umum di masyarakat Indonesia. Pola sikap masyarakat yang kentara terhadap pungli ini adalah jika mereka ingin mendapat ‘keamanan berjualan’ di suatu tempat, maka mereka harus bekerjasama dengan penguasa wilayah tersebut.
Pasar pedagang di Pasar Merdeka Bogor memahami bahwa kegiatan pungli adalah ilegal, namun mereka tidak memiliki keberanian untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Mereka takut melapor karena adanya ancaman dari pelaku pungli yang sudah merasakan kenikmatan mengantongi cuan puluhan juta rupiah secara instan lewat pemalakannya.
Sikap penguasa, dalam hal ini aparat keamanan, yang ‘tidak menjamin keamanan masyarakatnya’, akhirnya memunculkan para preman pemalak. Fakta yang terlihat di lapangan adalah meskipun aparat keamanan ada, namun mereka tidak menjalankan tugas berpatroli secara rutin. Mereka baru datang ketika ada laporan pelanggaran saja.
Kombinasi rasa takut dalam diri para PKL dan sikap penguasa yang abai terhadap riayah keamanan terhadap rakyatnya tersebut akhirnya menumbuhsuburkan anggota masyarakat dengan pola sikap ‘malas sekaligus serakah’, yang menjadikan ‘profesi preman’ sebagai cara mendapatkan uang secara instan.
Seperti inilah mirisnya bentuk ‘jaminan keamanan’ dalam sistem kapitalisme. Masing-masing individu harus bertanggungjawab atas keamanan diri dan hartanya. Kondisi ini tentulah sangat memberatkan masyarakat yang notabene harus mengeluarkan dana besar untuk keamanan yang seharusnya menjadi kewajiban negara untuk menjamin keamanan masayarakatnya.
Pungli dalam Pandangan Islam
Syariat Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan kehidupannya dengan jalan-jalan kemuliaan yang telah dipilihkan Allah ta’alaa. Setiap muslim diharamkan mencari harta dengan jalan batil yaitu dengan mengambil hak orang lain.
Allah ta’alaa berfirman dalam penggalan QS Al Baqarah ayat 188 , “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil. Dari ayat ini, pungli secara tegas telah dilarang oleh Allah“.
Dalam QS Asy Syura ayat 42 Allah ta’alaa pun telah menjelaskan ancaman azab yang pedih terhadap kegiatan pungli ini “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih“.
Ketika kita renungkan lebih dalam, perilaku para pelaku pungli ini bahkan lebih kejam daripada pencuri atau perampok jalanan. Karena para pemalak ini menzalimi orang lain secara terang-terangan dan berulang kali saat menarik ‘iuran wajib’ tersebut.
Oleh karenanya manusia yang terlibat pungli, baik sebagai pemungut maupun yang menerima ‘bagian dari pungutan’ tersebut semuanya bersekutu dalam dosa, dan mereka sama-sama pemakan harta haram. Subhanallah, na’udzubillahi mindzalik.
Imam Nawawi pun menyatakan bahwa pungli adalah sejelek-jelek dosa karena menyusahkan dan menzalimi orang lain. Begitu buruk dan nistanya perbuatan ini, sehingga pelaku pungli, suap, korupsi, atau penerima gratisfikasi, akan diberi sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta’zir dalam sistem sanksi Islam.
Sistem hukum Islam yang jelas, tegas serta mempunyai efek Jawabir (penebus dosa) dan zawajir (menjerakan) hanya akan dapat diterapkan dalam Daulah Khilafah Islamiyyah. Keadilan, keamanan, ketenangan dan kemuliaan hidup akan terwujud dalam naungan negara Islam ini.
Maasyaa Allah, tidakkah kita merindukan kehidupan dengan limpahan rahmat dan keberkahan Allah seperti itu? Allahumma akrimna bil Islam, wallahu a’lam bissawwab. [LM/ry].