Mengulik Indonesian Value Untuk Kemajuan Bangsa

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa Media News–Menjelang pelantikan pada 1 Oktober 2024 mendatang, 580 calon anggota DPR terpilih dan 152 calon anggota DPD terpilih periode 2024- 2029 diwajibkan mengikuti pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang diselenggarakan KPU bersama Lemhannas.

 

Acara ini dibuka oleh Ketua DPR Puan Maharani bersama Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan Plt. Gubernur Lemhannas Letjen TNI Eko Margiyono (republika.co.id21/9/2024).

 

Harapan yang disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Mochammad Afifuddin, kepada para anggota DPR dan DPD RI terpilih periode 2024–2029 dapat memperkuat nilai kebangsaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional melalui penguatan rasa cinta tanah air dan memahami pentingnya persatuan dalam keberagaman.

 

Afif menambahkan karakter keIndonesiaan (Indonesian Value) atau semangat kebangsaan pada masa mendatang juga diharapkan bisa menjadi pilihan seluruh elemen masyarakat, bangsa dan negara (antaranews.com, 21-9-2024).

 

Nasionalisme Ide Buruk Bagi Perubahan

 

Perlu ditelisik lebih mendalam terkait istilah karakter keIndonesiaan yang mana yang dimaksudkan  mampu membawa Indonesia ini lebih maju ? Apakah yang terangkum dalam pancasila? Apalagi kemudian dikaitkan dengan penguatan rasa cinta tanah air dan memahami pentingnya persatuan dalam keberagaman.

 

Sebab kita tahu, faktanya, cinta tanah air sudah bergeser jauh dari yang seharusnya, begitu pula dengan pemahaman persatuan dalam keberagaman, pada praktiknya justru menyudutkan satu agama mayoritas di negeri ini, Islam. Ketika Islam mewajibkan penerapan syariat kafah justru dianggap pemecah belah bangsa. Bahkan orang yang mengklaim dirinya paling pancasilais pun jadi pesakitan korupsi.

 

Jika memang benar, karakter bangsa adalah cinta tanah air tentunya akan bersambung pada tindakan melindungi tanah air, mengelola kekayaan alamnya secara bijak dan mengembalikan manfaatnya kepada rakyat sebagaimana amanat UUD 1945.

 

Jika benar cinta tanah air maka akan berusaha sekuat tenaga mengupayakan pendidikan terbaik, begitu pula kesehatan dan keamanan bagi rakyatnya, sebab ketika kebutuhan asasi manusia terpenuhi dengan baik dan mudah, maka peradaban yang terbangun adalah peradaban mulia.

 

Berulang kali digaungkan cinta tanah air, cinta bangsa dan wajib persatuan dalam keberagaman, nyatanya para pejabat negeri ini justru mempertontonkan perilaku tak terpuji. Jika bukan bersilat lidah di hadapan rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, dengan terang-terangan merangkul asing untuk mengeruk kekayaan negeri ini, memperkaya diri sendiri dan golongan.

 

Belum lagi upaya perampasan tanah air rakyat yang sudah ratusan tahun tinggal di sana, penggundulan hutan sekaligus pengusiran masyarakat adat untuk bangun ibukota negara baru, pembangunan berbasis SDGs dengan mega proyek dan proyek strategis nasional dan lainnya, semua ide itu bukan keluar dari prinsip keIndonesiaan, melainkan sistem kapitalisme-demokrasi yang berasal dari barat.

 

Padahal, wakil rakyat adalah penyambung lidah rakyat, kepada mereka akad wakalah (mewakili) rakyat diberikan, namun faktanya seringkali pada anggota parlemen itu justru menjadi sekutu pemerintah untuk berlaku zalim. Perilaku mereka pun buruk, tak jauh-jauh dari zina, judi online, korupsi, kolusi dan lainnya. Adakah hubungan signifikan dengan penanaman nilai kebangsaan?

 

Islam Saja Yang Mampu Wujudkan Cinta Tanah Air Sebenarnya

 

Islam mengajarkan cinta tanah air yang benar, pembelaan kepada tanah air bukan hanya saat ada serangan hak milik budaya oleh negara lain tapi di sisi lain melepas berbagai kekayaan potensial negeri ini tanpa pandang halal haram.

 

Cinta tanah air juga bukan loyal kepada kafir namun keras kepada sesama muslim. Maka, Islam mewajibkan beberapa hal di antaranya, pertama menghapus ide nasionalisme, sebab ia adalah pemikiran sekuler, keutuhan negara hanya bisa terwujud jika ukhuwah Islamiyyah tegak kembali, tak ada perbedaan fisik selama masih dalam koridor satu akidah.

 

Kedua, terapkan Islam kafah yang jelas akan memberikan ketentraman, sebab baik penguasa maupun wakil rakyat adalah pengurus (rain) yang siang dan malamnya hanya berisi urusan rakyat. Dengan pasti bisa dikatakan, kesejahteraan hanya ada jika Islam sebagai landasan pembuatan aturan, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah” (TQS al-Hasyr 59: 7). Maka masihkah ada pilihan bagi kita jika kita mengaku sebagai pengikut Rasulullah Saw?. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis