Ketika Anak Menjadi Ujian
Oleh. Netty al Kayyisa
LenSa MediaNews__ Setiap orang tua tidak selalu mulus ketika membersamai ananda. Pasti ada ujian yang mendera besar maupun kecil. Hatta kita sudah berusaha semaksimal yang kita bisa, terkadang ujian itu justru datang. Anaka-anak yang tidak mau salat, tidak mau mengaji Islam kaffah, terpapar pornografi, terjebak pergaulan bebas dan sebagainy yang tak mungkin disebut satu-per satu adalah deretan ujian yang bisa terjadi pada anak-anak kita.
Jangankan kita manusia, para Nabi pun ada yang di uji dengan anak-anaknya. Bagaimana kisah Nabi Nuh menyadarkan kita, sebesar apapun usaha orang tua, kadang anak juga masih lepas dari genggaman orang tuannya. Demikian juga apa yang terjadi pada Nabi Yaqub, sebelas putranya kecuali Benyamin bersengkokol untuk mencelakai saudara mereka Nabi Yusuf.
Tak ada yang pernah berharap, akan mendapat ujian dari anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menghendaki anak-anaknya menjadi penyejuk mata, menenangkan hati dan menjadi jariyah kelak saat sudah tiada, sebagaimana doa-doa yang senantiasa terlantunkan ketika membersamai mereka. Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang salih salihah yang akan mendoakan keduanya bahkan mampu menghadiahkan mahkota di surga-Nya kelak jika mereka menjadi pengemban Al-Qurán.
Sayang, kadang ujian orang tua memang pada anaknya. Allah memilih orang tua-orang tua tertentu untuk di uji keimanan lewat anaknya. Tak terperi berapa banyak orang tua yang salih sebagaimana para Nabi memiliki putra putri tak sesuai harapan bahkan menjadi batu sandungan dalam menyebarkan dakwah Islam. Jika sudah begini apa yang bisa orang tua lakukan?
Orang tua tak boleh putus asa dengan kondisi anak-anaknya. Orang tua hendaknya mampu mengerahkan iktiar terbaik untuk mengembalikan mereka pada ketaatan. Semua yang terjadi pada anak-anaknya, bukan semakin menjauhkan dia dari Allah tetapi seharusnya semakin mendekatkan kita kepada Allah. Ujian yang berasal dari anak, hendaknya menjadi pelecut diri semakin taat, bukan melepaskan kewajiban yang lain untuk melakukan kewajiban mendidik anak.
Orang tua juga tak boleh lalai dalam mengingat Allah, menyandarkan semua iktiar pada kekuasaan Allah, dan senantiasa memohon pertolongan-Nya. Kita harus mengingat firman Allah dalam surah Munafiqun ayat 9 yang artinya ;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”
Mengingat Allah di dalam ayat ini bukan berarti hanya tenggelam dalam kedukaan atau hanya melipatgandakan salat, dzikir dan doa kita. Tetapi melipatgandakan ikhtiar sekaligus tetap melaksanakan kewajiban yang lain termasuk kewajiban berdakwah sebagaimana yang dicontohkan Nabi Nuh yang tak kenal lelah terus menyeru kepada umatnya.
Orang tua juga tak perlu membandingkan anak-anak dengan anak orang lain di sekitarnya. Hal ini akan semakin menambah lukanya. Dia tidak akan menyadari kesalahannya justru malah sebaliknya, semakin tenggelam dalam kemaksiatan karena merasa dibandingkan dan tak berharga di mata orang tuanya.
Orang tua juga jangan mengutuk atau menyumpahi anak dengan doa-doa buruk karena dianggap telah mencoreng nama baik kita sebagai orang tua. Orang tua hendaknya memaafkan kesalahan anak-anak mereka, berlapang dada menerima ujian ini dan terus mempebaiki diri dan keluarga. Seraya berharap, dengan berlapang dadanya kita, dengan memaafkan kesalahan mereka, menjadikan anak-anak kita meleleh hatinya dan kembali kepada ketaatan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yaqub ketika menghadapi anak-anaknya. Beliau tetap bersabar dan memaafkan mereka. Hal inipun sesuai dengan tuntunan Allah dalam surah At-Taghabun ayat 14 dan 15 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatlah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni merka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan bagimu dan di sisi Allah pahala yang besar”
Tentunya kita tidak ingin anak-anak menjadi musuh kita. Maka siapkan pendidikan terbaik untuk mereka agar mereka mampu menjadi penyejuk mata, permata dunia, generasi Rabbani yang membanggakan kita orang tuanya juga umat karena memiliki pemimpin seperti mereka. Wallahu’alam bishshawab.