Menjaga Kewarasan Ibu di Tengah Sulitnya Ekonomi 

Oleh: Nanis Nursyifa 

LenSa Media News_Opini_Dunia pernikahan akan selalu diguncang berbagai persoalan hidup, mulai dari yang ringan hingga yang sulit di pecahkan. Persoalan rumah tangga yang paling banyak dialami oleh para pasutri saat ini adalah persoalan ekonomi.

Beberapa tahun terlepas dari jerat virus covid, ekonomi dunia malah semakin sulit. Apalagi ekonomi rakyat berpenghasilan menengah kebawah, untuk bisa sekedar bertahan hidup, mereka sudah sangat bersyukur. Meskipun di sisi lain ada sebagian orang yang sudah jengah menghadapi kondisi seperti ini. Akhirnya banyak kasus bunuh diri, begal, sampai jual anak demi mencukupi ekonomi keluarga.

Seperti yang di lansir di Tempo.co, di Medan, pada hari Kamis, 7 Agustus 2024, Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual dan beli bayi seharga Rp. 20 juta di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan, terungkapnya kasus berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan pada 6 Agustus 2024.

Berdasarkan informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan dan mendapati MT, 55 tahun, warga Medanperjuangan, sedang menggendong bayi menumpangi becak bermotor menuju Jalan Kuningan, Kecamatan Medanarea, Kota Medan. MT akan menemui Yu, 56 tahun dan NJ, 40 tahun, untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS, 27 tahun, ibu kandungnya.

Sungguh sangat ironis melihat kenyataan saat ini, hati nurani bahkan naluri keibuan seakan mati karena himpitan ekonomi. Ini bukan satu atau dua kasus tapi banyak kasus yang terjadi.

Himpitan ekonomi mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan. Terlebih jika support sistemnya pun tidak berjalan, baik karena sama-sama miskin atau karena individualis.

Begitupun abainya negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat juga berperan, termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan untuk para suami yang sulit mencari kerja atau memang tidak ada pekerjaan sama sekali. Tentunya hal ini erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini yaitu kapitalis sekularisme, hal ini nampak dari kasus serupa yang banyak terjadi.

Di sisi lain masalah inipun mencerminkan gagalnya sistem pendidikan dalam membentuk pribadi yang bertaqwa, yang merusak paradigma berpikir masyarakat saat ini yang di setir oleh sistem sekuler tadi.

Berbeda dengan Islam, bagaimana Islam menetapkan peran negara seperti raa’in, kesejahteraan tentunya menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya.

Islam memiliki sistem ekonomi yang bisa mensejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, salah satunya banyaknya lapangan pekerjaan untuk umat.

Selain itu Islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam yang baik. Media juga berperan penting dalam terbentuk nya keimanan yang akan menjadikan umat selalu berfikir benar.

Jika sistem Islam diterapkan maka tegaklah sistem ekonomi yang mensejahterakan. Tuntutan apapun yang sistem sekuler gaungkan untuk para muslimah semisal ajaran feminisme akan meredup dan hilang.

Para perempuan pun akan hidup sejahtera dan tenang tanpa harus ikut pusing dalam memikirkan nafkah keluarga yang tidak berkecukupan. Mereka akan hidup sebagaimana fitrahnya. Menjadi seorang istri dan ibu yang siap mengabdi untuk Tuhan dan keluarganya. Bukan perempuan yang banyak di kekang dengan banyaknya tuntutan terlebih tuntutan untuk menjadi wanita karier yang berpenghasilan. Karena hakikatnya perempuan itu senang di beri nafkah, senang dengan perannya dan hakikat di ciptakannya. Bukan seperti di sistem sekuler sekarang yang tidak punya sistem ekonomi yang bisa mensejahterakan bahkan tidak bisa menjaga kewarasan ibu dan keluarganya.

Jika pada kenyataannya sistem sekuler Hanya membuat para ibu terkekang, masihkah kita bertahan didalamnya?

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis