Gen Z Banyak yang Menganggur, Rakyat Semakin Hancur

Oleh Siti Rahmawati

 

 

LenSa MediaNews__ Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan di media sosial maupun media massa jumlah pengangguran meningkat pesat, khususnya pada Gen Z.

 

Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR Charles Meikyansah, sekaligus politikus Nasdem mengaku melihat kondisi ini miris, dan mendorong pemerintah untuk memberi perhatian ekstra. Ia mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024 ada 3, juta Gen Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini.

 

Itu artinya Gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia. Ditambah dengan yang tergolong bukan angkatan kerja tetapi tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET) jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta. (kompas.com, 10-8-2024)

 

Kalau dilihat dari sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah seharusnya hal itu tidak terjadi, tetapi fenomena ini kita telusuri mengapa Gen Z ini bisa banyak menganggur.

 

Gen Z adalah mereka yang lahir di antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini dikenal dengan sebagai digital natives yang tumbuh di era teknologi canggih seperti internet, smartphone, dan media sosial.

 

Gen Z ini cenderung multitasking, mandiri, berpikir kritis terhadap informasi, dan lebih menghargai pendidikan yang praktis serta relevan dengan dunia kerja. Mereka suka dengan fleksibilitas dalam pekerjaan, seperti kewirausahaan dan gig economy dibandingkan model pekerjaan konvensional, sehingga karakter yang dimiliki Gen Z ini terdapat nilai positif tapi tetap ada kerawanan yang akhirnya membuat Gen Z banyak menganggur.

 

Ada beberapa hal yang akhirnya Gen Z ini menganggur, salah satunya sikap skeptis terhadap informasi yang membuat mereka lebih selektif dan memilah-milah pekerjaan yang lebih baik. Gen Z memiliki ekspektasi tinggi dalam bekerja, sehingga menjadi salah satu penghalang. Sedangkan dunia kerja mengalami perubahan besar yaitu:

 

Pertama, pekerjaan tradisional diganti dengan otomatisasi dan digitalisasi, sehingga Gen Z yang tidak mempunyai keahlian dalam teknologi sulit bekerja dan bersaing dengan yang lain.

Kedua, orang yang baru bekerja memerlukan disiplin diri dan manajemen waktu yang baik, sehingga mengalami kesulitan bagi yang baru mulai bekerja.

Ketiga, pekerjaan freelance tidak menjamin stabilitas jangka panjang atau pendapatan tetap.

Keempat, gig economy sangat kompetitif sehingga Gen Z harus bersaing ketat untuk mendapatkan pekerjaan

Kelima, struktur organisasi bisnis sering membutuhkan pegawai berpengalaman dan keterampilan tinggi, dan ini belum dimiliki oleh Gen Z. Akhirnya memungkinkan Gen Z tidak menemukan perusahaan atau tempat untuk bekerja yang sesuai dengan keinginan mereka, dan memilih menganggur daripada bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan minat Gen Z.

 

Adapun posisi atau perusahaan yang diminati sangat terbatas, sehingga menimbulkan persaingan yang ketat.

 

Dalam sistem sekarang yaitu kapitalisme, negara seakan abai dalam mengatasi masalah lapangan pekerjaan. Melalui privatisasi, kapitalisasi, dan investasi, negara menyerahkan segalanya pada perusahaan swasta dan asing. Pemerintah terus melakukan kebijakan yang memudahkan para investor asing demi terbukanya lapangan pekerjaan.

 

Pemerintah tidak peduli jika kebijakannya merugikan rakyat. Ini bisa dilihat dari Omnibus Law Cipta Kerja disahkan yang tujuan perusahaan di negeri ini bukan menyerap tenaga kerja, tapi mencari keuntungan sebesar-besarnya.

 

Tata kelola negara yang kapitalistik menjadikan pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) diserahkan pada asing dan swasta, sehingga hasil pengelolaannya tidak bisa dinikmati secara merata oleh rakyatnya sendiri. Misalnya rakyat malah harus membeli minyak dan gas dengan harga mahal.

 

Penguasaan SDAE oleh asing menyebabkan distribusinya tidak merata, dan membuat kehilangan terbuka lapangan kerja bagi rakyat. Malah yang direkrut ternyata banyak dari TKA (Tenaga Kerja Asing), hingga pengangguran di dalam negeri pun semakin banyak.

 

Dalam Islam ada mekanisme tetap untuk menyelesaikan persoalan pengangguran. Islam menjadikan negara bertanggung jawab penuh sebagai pusat penyedia lapangan kerja seluas-luasnya. Seperti sabda Rasulullah saw., “Seorang Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.” (HR Bukhari 844)

 

Islam juga mengharuskan sumber daya alam dan energi dikelola negara bukan oleh swasta apalagi asing. Negara memfasilitasi seluruh rakyatnya dengan cuma-cuma tanpa biaya yang mahal. Semua rakyatnya pun wajib untuk mendapatkan pendidikan dan keterampilan yang diminati dengan mudah, sehingga skill yang didapat oleh Gen Z yang baru mulai terjun di dunia kerja mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk menjadikan dirinya berkualitas.

 

Lewat Baitulmal semua bisa mendapatkan pendidikan gratis dan lapangan kerja dengan mudah, serta memanfaatkan sumber daya alam dan energi dikelola sebaik mungkin yang hasil seluruhnya untuk kepentingan rakyat.

 

Alhasil penerapan aturan ini tidak akan menyebabkan banyaknya pengangguran, karena negara akan menghasilkan generasi yang unggul, berkualitas, dan siap bersaing positif untuk menggapai rida Allah taala.

 

Jikapun ada yang belum bekerja karena ada kepala rumah tangga yang cacat atau sakit sehingga sulit bekerja, dan di antara saudaranya pun masih mengalami kesulitan dalam masalah ekonomi, maka negara akan menjamin pemenuhan kesejahteraan keluarga itu dengan menyantuni keluarga tersebut sampai keluarga tersebut mampu mencari nafkahnya sendiri.

 

Oleh karena itu, jika permasalahan pengangguran ini dikembalikan pada aturan Islam dengan pengelolaan SDAE sesuai syariat bukan diserahkan pada swasta atau asing, maka tidak akan ada pengangguran. Lapangan kerja akan terbuka seluas-luasnya dan akan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

 

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al-Araf: 96)

Wallahu’alam bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis