Paskibraka Buka Hijab, Hipokrit HAM

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News–Kabar terkait pelarangan penggunaan hijab bagi para paskibraka muslimah tahun ini menuai kritikan. BPIP, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, menuai kritikan tajam setelah menetapkan aturan terkait pelarangan hijab bagi delapan belas paskibraka muslimah saat upacara Pengukuhan dan Kenegaraan Pengibaran Bendera 17 Agustus di IKN, Kalimantan Timur pada 13 Agustus 2024 lalu (cnnindonesia.com, 15-8-2024).

 

Polemik ini pun menarik perhatian Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, Cholil Nafis. Cholih secara tegas memprotes pelarangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka muslimah. Cholil pun menilai dugaan pelarangan jilbab tersebut sebagai bentuk aturan yang tidak sesuai nilai Pancasila.

 

Polemik ini pun berujung dengan permintaan maaf Kepala BPIP, Yudian Wahyudi. Setelah gelombang kritik terus menghujam, Yudian akhirnya mengizinkan para paskibraka muslimah agar kembali mengenakan hijabnya saat upacara pengibaran bendera di IKN, 17 Agustus.

 

Konsep Absurd

 

Fakta terkait pelarangan hijab bagi para paskibraka ini jelas-jelas menunjukkan bahwa ketetapan negeri ini sama sekali tidak bijak. Inilah potret buruk toleransi yang dihadirkan di tanah air. Diskriminasi dan kebencian secara lisan terus dideraskan kepada kaum muslim. Ironis. Kaum muslim mendapatkan ganjalan dalam menjalankan kewajibannya sebagai muslim di negeri yang penduduknya mayoritas muslim.

 

Inilah hipokrit demokrasi kapitalisme yang sekularistik. Sistem yang katanya menjunjung tinggi nilai dan hak asasi manusia, namun nyatanya jauh panggang dari api. Kebijakan-kebijakan yang diadopsi justru menjegal dan mendobrak hak asasi kaum muslim dalam menjalankan setiap kewajibannya, dalam hal ini kewajiban menutup aurat.

 

Dalam Undang-undang Dasar 1945 pun menjelaskan beberapa pasal terkait jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya. Negara sama sekali tidak boleh mengekang ataupun mengurangi kebebasan beragama dalam keadaan apapun.

 

Mengenakan hijab adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimah. Dan inilah perintah Allah SWT. yang wajib ditaati. Tidak ada pihak manapun yang berhak menghalangi atau mencegah ketaatan seorang hamba kepada Dzat Penciptanya. Dengan kata lain, pelarangan hijab bagi kaum muslimah adalah suatu pelanggaran keras terhadap konsep dan paradigma norma agama.

 

Sayang sekali, negara yang mestinya menjaga dan menjamin keamanan, salah satunya jaminan beragama warga negaranya, justru dihambat oleh kebijakan dan wewenang pihak yang tidak bertanggung jawab. Inilah dampak diterapkannya sistem sekularisme yang memiliki konsep yang jauh dari nilai agama. Agama dan pengaturan kehidupan dipisahkan sejauh mungkin sehingga agama sama sekali tidak berfungsi sebagai pelindung umat.

 

Penerapan sistem sekulerisme yang bebas tanpa batas hanya melahirkan keburukan. Bahkan konsepnya bias dan tidak memiliki standar yang jelas. Berbagai alasan dikemukakan untuk menguatkan ide sekulerisme merupakan pernyataan yang menentang nilai agama.

 

Nilai agama ditinggalkan begitu saja dengan mengatasnamakan kebebasan, namun faktanya ternyata kebablasan. Konsep ini jelas menyalahi aturan yang shahih dan jelas-jelas tidak sesuai fitrah manusia. Dan sungguh, kekeliruan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa tindakan yang tegas dari negara.

 

Sistem Islam, Memelihara Kemuliaan

 

Sistem Islam menetapkan bahwa akidah Islam adalah satu-satunya konsep yang memelihara kehidupan dengan sempurna.

 

Syariat Islam yang menyeluruh niscaya akan melahirkan pengaturan yang amanah dan bijaksana sehingga mampu menjaga setiap kewajiban umat terhadap syariat.

 

Menutup aurat merupakan kewajiban atas seluruh kaum muslimah. Terkait hal ini, mestinya negara mampu menjamin dan menjaga pelaksanaan kewajiban agar mampu dilakukan seluruh muslimah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

 

Allah SWT. berfirman yang artinya:”.. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), .. “(TQS. An-Nur: 31)

 

Sistem Islam dalam wadah Khilafah akan menetapkan kebijakan-kebijakan yang niscaya menjaga kewajiban setiap muslim dan muslimah. Tanpa diskriminasi ataupun konsep toleransi yang keliru dan banyak tersaji.

 

Pemimpin-pemimpin yang lahir dalam sistem Islam pun senantiasa memelihara kehormatan dan kemuliaan setiap individu. Sehingga kebijakan yang ditetapkan senantiasa ditujukan untuk menjaga kehormatan umat. Karena inilah konsep negara utuh yang mampu melaksanakan tugasnya sebagai ra’in (penjaga) dan junnah (perisai) bagi seluruh rakyat.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. dalam HR. Al Bukhori, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya

 

Hanya dengan penerapan sistem Islam yang kaffah, kehidupan jauh dari kezaliman. Rahmat dan berkah melimpah untuk seluruh umat. Rakyat senantiasa menjadi prioritas dalam setiap pelayanan. Rakyat terjaga, pemimpin pun mulia. Wallahu alam bisshowwab. [LM/ry].

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis